Hari ini hari pertama kami di Madinah. Setelah menunggu mendapat
kunci kamar, kami pun mencari kamar masing-masing. Saya, ibu, dan 2 tante saya
berada dalam satu kamar. Setelah mengatur koper di kamar, kami beristirahat
sejenak menunggu adzan subuh. Saat itu pukul 2 pagi sedangkan adzan subuh pukul
5.30. Kami masih punya cukup waktu untuk sekedar berbaring setelah perjalanan
panjang dari tanah air.
Alarm yang disetel sudah berbunyi. Kami bersiap untuk shalat subuh
di Masjid Nabawi. Kostum yang saya pakai: baju gamis pink, bergo pendek sebatas
dada, dan bergo panjang sampai ke perut (bergo panjang saya masukkan ke dalam
tas, hanya dipakai saat sholat nanti). Oiya, tidak lupa juga saya memakai kaos
kaki dan membawa plastik untuk menyimpan sandal di dalam tas. Awalnya saya
berpikir membawa kaos kaki cadangan supaya bisa mengganti dengan kaos kaki yang
lebih bersih untuk sholat. Tetapi tante saya bilang, kotor bukan berarti najis.
Benar juga ya… ini kan pelajaran agama Islam sewaktu SMP hehe. Oh iya, saya
baca di blog, katanya pemeriksaan di Masjid Nabawai cukup ketat, terutama
masalah kamera.
Hanya butuh waktu sepuluh menit dengan jalan kaki kami sampai di
Masjid Nabawi. Tak lupa kami membaca doa masuk Masjid Nabawi. Subhanallah.
Ramai sekali. Waktu itu masih pukul setengah lima pagi, masih satu jam dari adzan
subuh. Tetapi masjid sudah ramai. Yah, memang masjid ini tidak pernah sepi.
Di pelataran masjid, terdapat pembatas untuk memisahkan jalan masuk
jamaah laki-laki dan perempuan. Hotel
kami paling dekat dengan pintu nomer 25 untuk masuk jamaah perempuan(Pintu
Utsman bin Affan). Saat baru tiba di hotel tadi, muthawwif menjelaskan bahwa
agar tidak tersesat sekembalinya dari masjid menuju hotel, kami harus keluar
melalui pintu yang sama. Hal ini penting karena jika kita keluar dari pintu
yang berbeda, maka akan membingungkan untuk mencari letak hotel.
Di pintu masuk masjid, terdapat beberapa penjaga perempuan yang
disebut Askar. Mereka berpakaian hitam dan bercadar. Jangan salah, mereka
menguasai beberapa bahasa: Inggris, Melayu, Turki, Iran, dan beberapa bahasa
negara di mana terdapat kaum muslim. Benar saja, Askar itu berbicara bahasa
Melayu: Ibu-ibu..sebentar..periksa dulu..antri. Hihi mereka mengenali kami dari
wajahnya, sehingga otomatis bahasanya menyesuaikan. Saya menyelipkan handphone
berkamera di dalam gulungan sajadah. Dan, lolos dari pemeriksaan. Tapi saya
maklumi juga, pemeriksaan sekian banyak jamaah tentu tidak akan ketat seperti
di bandara.
Lolos dari pemeriksaan, kami bergegas menuju tempat sholat.
Subhanallah..masjidnya luaaaass dan juga dingin. Hawa dingin datang dari AC
yang terdapat pada bagian bawah tiang masjid ini. Padahal jarak antar tiang
masjid Nabawi sekitar 6 meter. Brr...
Kami mencari tempat sholat yang menggunakan karpet. Tidak semua
bagian masjid beralaskan karpet. Kalo saya kelompokkan, ada tiga bagian.
Pertama, pelataran tempat di mana terdapat payung2 cantik yang sering kita
lihat di foto. Pelataran ini bagian
terluar dan tidak beratap. Kedua, serambi setelah pemeriksaan pintu masuk.
Bagian ini beralaskan karpet dan banyak tangki air zam-zam di sepanjang jalan
menuju bagian dalam. Ketiga, bagian dalam masjid yang berkarpet merah. Bagian
ini merupakan bagian yang paling depan.
Bagian berkarpet merah |
Susah juga mencari tempat kosong yang berkarpet. Bagian serambi dan
bagian dalam memang beralaskan karpet, tetapi karpetnya tidak penuh menutup
lantai jadi bisa juga mendapat tempat yang tidak beralaskan karpet.
Masalahnya..saya membawa sajadah yang tipis, sedangkan ibu saya membawa sajadah
muka. Hihi..bismillah saja. Semoga tidak kedinginan.
Selama menunggu adzan subuh, jamaah masjid memperbanyak membaca
quran. Tidak perlu membawa quran karena di sana disediakan banyak sekali quran.
Oh ya, selagi menunggu adzan itu, ada seorang perempuan yang meminta kami untuk
bergeser sedikit karena dia ingin sholat sunnah tetapi lantas tidak berpindah
sampai sholat subuh. Perempuan itu berbadan tinggi besar dan relatif gemuk.
Sepertinya dia orang Iran atau Turki. Nah, ini kebiasaan yang kurang baik untuk
ditiru, mereka meminta jamaah di sekitarnya untuk bergeser sedikit-sedikit agar mereka bisa sholat. Awalnya saya agak
kesal juga. Tapi, kemudain saya ingat.. astaghfirullah ..sabar..sabar.. Dia
juga sesama muslim yang ingin sholat.
Bisa jadi ini adalah sholat subuh yang paling berkesan dalam hidup
saya. Masih tidak menyangka saya bisa bersujud di tempat ini. Perasaan antara
tidak percaya, senang, dan takut bercampur semua. Sepertinya tidak ingin
menyia-nyiakan sedikitpun waktu saya di masjid ini.
Selesai sholat subuh, kami keluar masjid. Karena masjid ini sangatlah
luas dan jamaahnya sangat baanyaaak…untuk keluar masjid pun harus antri. Oh ya,
seperti yang sudah saya ceritakan tadi, di bagian serambi terdapat tangki air
zam-zam. Jamaah bisa minum sepuasnya. Alhamdulillah, pagi ini saya merasakannya
lagi, setelah entah berapa lama saya tidak minum air zam-zam. Sekarang, di
Masjid Nabawi ini tidak perlu khawatir, saya bisa minum sepuasnya.
Alhamdulillah.
Jika saya perkirakan, waktu untuk keluar dari Masjid Nabawi sekitar
15-20 menit tanpa minum air zam-zam. Maklum saja, karena jamaahnya banyak,
tentu harus sabar mengantri. Lepas dari pelataran masjid, terdapat pedagang
kaki lima berjualan berbagai macam barang: gamis, jilbab, quran Madinah,
sajadah, kopiah, kurma, cokelat, parfum, dan barang-barang lain khas Saudi Arabia.
Kami memutuskan untuk tidak berbelanja dulu karena sangat kelelahan
setelah perjalanan panjang. Setelah sarapan di hotel, kami istirahat sampai
nanti menjelang dhuhur.
Cerita terkait:
Melangkah ke Raudhah
Cerita terkait:
Melangkah ke Raudhah
makasih ya sharingnyaaaa...
ReplyDelete