Tuesday, October 22, 2013

Sehari di Kantor Imigrasi


Niat untuk berangkat umroh sudah lama ada dalam pikiran saya. Namun niat itu belum sempat terealisasikan karena kesibukan di kantor. Terlebih lagi saya belum terpikir dengan siapa saya berangkat ke sana.

Finally, sekitar sebulan yang lalu niat itu menjadi rencana bulat ketika orang tua juga mengutarakan niat  yang sama. Mereka merasa terlalu lama menunggu antrian ibadah haji yang dijadwalkan berangkat pada tahun 2020.

Persiapan pertama untuk mendaftar ibadah umroh adalah paspor. Saya memang sudah pernah punya paspor sebelumnya, tetapi itu paspor dinas yang hanya bisa dipakai untuk melakukan perjalanan dalam rangka tugas sebagai PNS.

Pembuatan paspor saat ini sudah semakin mudah. Meskipun KTP saya berstatus penduduk Kabupaten Kebumen, saya tetap bisa membuat paspor di kantor imigrasi manapun di seluruh Indonesia karena saat ini Ditjen Imigrasi sudah menerapkan sistem online.

Pendaftaran secara online memudahkan kita sehingga tidak perlu mengisi formulir secara tertulis. Scan seluruh dokumen yang diperlukan: KTP (wajib), kartu keluarga (wajib), kemudian ditambah minimal satu dokumen pendukung (akte kelahiran, ijazah, surat nikah). Kita diwajibkan mengupload dokumen tersebut setelah melakukan pengisian online di situs pendaftaran paspor online.

Setelah mendaftar online, lakukan pembayaran di kantor BNI terdekat dengan menunjukkan bukti registrasi yang dikirimkan ke email kita setelah mendaftar online. Saya memilih paspor biasa 24 halaman dengan biaya Rp 50.000 ditambah biaya perekaman biometrik Rp 55.000 jadi total Rp 105.000.

Tahap berikutnya adalah kedatangan ke kantor imigrasi. Kantor imigrasi yang saya pilih adalah Kanim Kelas I Khusus Jakarta Selatan.

08.00
Saya berangkat dari kantor di Jalan Gatot Subroto menuju Kanim Jaksel menggunakan Kopaja AC 602 jurusan Ragunan

08.30
Turun di halte imigrasi. Kanim kelihatan sepi. Wahh..antrian masih sepi nih. Saya masuk ke lobby dan mencari petunjuk. Ternyata pembuatan paspor dilayani di lantai 2. Saya naik ke lantai 2. Dan....taraaa...ternyata di lantai 2 pelayanan paspor sudah dimulai.

Tepat di jalan saya keluar dari tangga di lantai 2, terdapat antrian pemohon. Di samping di ujung depan antrian ada satpam wanita yang memberi petunjuk pada pemohon. Satpam itu memisahkan antrian pemohon yang tidak mendaftar secara online dengan pemohon yang sudah mendaftar secara online.

Pemohon yang sudah mendaftar online diminta untuk mempersiapkan dokumen asli sebelum diberikan map dan nomor antrian. Saya sampai di meja depan antrian dan menunjukkan bukti pembayaran registrasi online. Dua orang petugas yang melayani saya memperhatikan bukti pembayaran saya. Mereka menanyakan apakah saya benar ingin membuat paspor 24 halaman. Petugas itu meminta saya untuk menuju ke loket satu tanpa memberikan nomor antrian. Aduh...jangan2 ada masalah.

Saya menuju ke loket satu. Di sana ada dua orang laki-laki mengantri di depan saya. Yang satu berusia sekitar empat puluhan sedangkan yang satu berusia sekitar enam puluhan. Dari pembicaraan mereka,  sepertinya mereka mempunyai masalah yang sama dengan saya. Fiuhh...agak tenang. Ketika tiba giliran salah satu dari mereka, kami bertiga maju ke depan loket.

Petugas menjelaskan bahwa paspor 24 halaman yang kami pilih biasanya digunakan oleh TKI. Secara prinsip, pelayanan dan fungsi paspor 24 halaman sama dengan yang lainnya. Ternyata kami hanya diberi penjelasan dan diingatkan kembali mengenai paspor 24 halaman sebelum kami mengikuti prosedur selanjutnya.

09.30
Lolos dari loket 1 saya kembali ke petugas yang menyuruh saya ke loket 1. Saya mengambil nomor antrian dan mendapakan antrian 053. Padahal waktu itu masih antrian 037. Hiks..


Sambil menunggu, saya mengecek dokumen untuk diperiksa. Sepertinya sudah lengkap. Tetapi saya tiba-tiba ingat kalo saya belum menyertakan surat permohonan untuk menambahkan nama. Surat permohonan penambahan nama bisa dibeli di koperasi lengkap dengan materainya seharga Rp 7.000. Kita tinggal mengisi dan menandatanganinya.

10.30
Akhirnya dipanggil juga. Saya membawa map dan dokumen asli untuk diperiksa. Petugas imigrasi mengecek kesesuaian data isian online dengan data di dokumen asli.

“Sudah pernah punya paspor sebelumnya?”
“Sudah pernah”
“Ini dulu paspor dinas ya?”
“Iya”
“Mau ke mana rencananya?”
“Mau umroh”
“Umroh ya?”
“Iya. Pakai surat permohonan penambahan nama ya mba?”
“Iya. Ini sudah ya. Dokumennya saya kembalikan. Kuitansi saya ambil satu. Mba simpan satu untuk pengambilan paspor nanti hari jumat. Setelah ini antri foto ya di sebelah sana.”

Petugas itu melayani saya dengan ramah sekali, bahkan berbonus senyum manis dari mbak-mbak yang cantik. Yang gak nahan, antrinya. Hosh...hosh.

Saya menuju antrian foto. Ada tiga jenis antrian: online, umum, dan travel. Antrian umum untuk pemohon yang mengisi permohonan langsung di tempat. Antrian travel untuk pemohon yang menggunakan biro jasa pembuatan paspor.

11.45
Menunggu memang pekerjaan yang membosankan. Apalagi saya tidak membawa buku bacaan atau laptop atau gadget selain handphone untuk menghabiskan waktu. Saya berharap-harap cemas ketika jam menunjukkan pukul 11.45. Nomor antrian saya belum dipanggil juga. Padahal sudah hampir mendekati jam makan siang.

Petugas mengumumkan bahwa pengambilan foto akan dilanjutkan pukul 13.00 setelah makan siang. Yah...berarti waktu saya tersita lagi 1 jam. Waktu satu jam saya habiskan dengan makan di KFC Duren Tiga dan dilanjutkan sholat di masjid belakang

13.30
Akhirnya nomor antrian saya dipanggil untuk foto. Ternyata penantian belum berakhir. Masuk ke ruang petugas, ternyata masih antri lagi.  Sambil menunggu, saya menemukan informasi yang cukup penting untuk pengambilan foto.



Seharusnya, pengumuman ini dipasang di luar ruang pemotretan karena sepertinya percuma saja jika pemohon baru membaca saat sudah dipanggil untuk foto. Yah…as always in Indonesia, haha
Menunggu sekitar 15 menit, nama saya dipanggil, “Rizka Rahmaida..foto”.

Bingung juga saya mencari-cari suara yang memanggil karena tempat pemotretan bentuknya seperti bilik warnet di kota kecil, hehe. Bilik pemotretan terbuat dari kayu lapis dicat putih. Pengambilan gambar foto dilakukan sembari kita duduk berhadapan dengan petugas yang mengoperasikan kamera melalui komputer yang berada di meja di antara kami. Si bapak petugas sempat bertanya sedikit.

“Nama lengkap?”
“Rizka Rahmaida”
“Tempat tanggal lahir?”
“Kebumen, 12 Oktober 1986”
“Orang Kebumen ya?”
“Iya Pak”
“Kebumennya mana?”
“Gombong”
“Jadi Kebumen atau Gombong?”
“Gombong Pak”
“Kalo Gombong ya Gombong, jangan bilang Kebumen”
“Ihh Bapak, kan takut orang ga tau Gombong”

Bapak petugas itu tertawa. Kena nih dikerjain. Fiuuhh.. Saya diminta untuk merekam sidik jari: 5 jari bersamaan ditambah sekali perekaman sidik ibu jari, kanan dan kiri. Setelah mengambil gambar foto, petugas menawarkan untuk mengulangi pengambilan foto jika belum memuaskan, haha

“Buat orang Gombong seperti ini cukup?”
“Cukup pak..” *ngeledek lagi si bapak*
“Lanjut antri wawancara ya, nanti dipanggil”

Huaaa antri lagi ya ternyata…antri sepanjang hari ini judulnya. Saya pikir antrian foto tadi sekaligus wawancara. Ya sudah..sabar dan ikuti saja.
Lima menit menunggu.

“Rizka Rahmaida, wawancara”
“Ya..”

Lagi-lagi saya mencari-cari petugas mana yang memanggil saya. Kaya main kucing-kucingan, saya menemukan petugas yang memanggil. Kondisi tempat masih sama seperti tadi, berhadapan dengan satu meja di antara kami tapi tanpa bilik *eeaaa*. 

“Mau ke mana rencananya?”
“Mau umroh”
“Udah pernah punya paspor ya?”
“Udah pak.”
“Oh tapi paspor biru ya?”
“Iya, untuk dinas.”
“PNS di mana?”
“Di LIPI Pak.”
“Cek dulu data-datanya.”

Kali ini kami melihat monitor yang menampilkan data saya untuk dicetak dalam paspor. Semua data dicek termasuk nama orang tua. Saya melihat nama lengkap dan nama paspor terdiri dari tiga kata dengan penambahan nama ayah di belakang nama saya.

“Bedanya nama lengkap dengan nama di paspor apa pak?
“Nama di paspor nanti yang dicetak  di paspor.”
“Kalo nanti saya mau pakai untuk dinas, kalo KTP saya dua nama gimana pak?”
“Ya bisa aja nanti di depan namanya 2 kata, nanti di halaman 4 bisa ditulis yang 3 kata.”
“Itu bisa untuk umroh kan pak?”
“Ya bisa”
“Ya udah kaya gitu aja pak”
“Jadi nama yang di depan 2 kata aja sesuai KTP ya?”
“Iya”
“Nanti di halaman 4 baru yang 3 kata.”
“Iya”
“Oke. Tanda tangan di sini.”
Saya menandatangani halaman kedua di buku paspor.
“Ya sudah selesai. Paspor nanti diambil empat hari dari sekarang. Jumat selesai ya.”
“Ya pak, makasih.”

14.15
Alhamdulillah… proses antrian selesai sudah. Tinggal menunggu paspor jadi. Semoga berkah. Insha Allah.

Monday, October 21, 2013

Sedikit rahasia



Mengikuti proses seleksi CPNS yang diikuti adik saya membuat saya ikut deg-degan dan ikut berharap-harap cemas apalagi dia sudah lolos tahap tes kemampuan dasar dan lanjut ke tahap psikotes dan wawancara.

Sebenarnya wawancara bertujuan untuk mendapatkan kandidat terbaik, bukan yang paling jenius, tetapi yang paling siap untuk berkomitmen terhadap organisasi, yang berintegritas, dan yang paling penting adalah jujur.

Seleksi karyawan pada umumnya dilakukan berbasis karakter baru kemudian skill. Filosofinya, orang yang tidak bisa mencangkul, jika diajari nantinya akan mampu. Berbeda dengan karakter. Orang yang tidak jujur, meskipun seumur hidup diajari untuk jujur belum tentu bisa. Orang yang malas, sangat susah untuk diajari menjadi rajin. Karena itulah merekrut orang yang berkarakter lebih utama daripada merekrut orang yang pintar. Nah, gambaran karakter ini diperoleh melalui psikotes.

Biasanya hasil psikotes menjadi rujukan ketika dilakukan wawancara. Hasil psikotes yang belum jelas akan diklarifikasi kepada peserta tes apakah karakter kita sesuai dengan hasil psikotes.

Selain hasil psikotes, pada saat wawancara juga sering ditanyakan isian data diri ketika mengisi formulir. Jika seleksi terdiri dari banyak tahap, kadang hampir setiap tahapan kita diminta mengisi informasi umum terkait data diri. Jika demikian, kita harus konsisten mengisinya. Ingat-ingat betul apa yang kita isikan sehingga jika diminta mengisi berulang kali, jawaban kita akan konsisten.

Pada akhir wawancara, biasanya pewawancara akan mengajukan pertanyaan yang memojokkan karena dengan cara itu pewawancara bisa menggali lebih banyak tentang karakter kita.

Selamat berjuang!

*disarikan dari informasi internal terkait perekrutan pegawai tahun 2010 di tempat saya bekerja, feel free for asking