Tuesday, December 31, 2013

Suntik Meningitis (bagian 1)



Suntik meningitis menjadi salah satu persyaratan untuk menjalankan ibadah umroh. Persyaratan ini diminta oleh pemerintah Indonesia sebagai upaya untuk melindungi warga negaranya yang akan bepergian ke luar negeri. Meningitis adalah penyakit radang selaput otak yang endemik di negara-negara benua Afrika, termasuk Saudi Arabia.

Biro perjalanan tempat saya mendaftar umroh sebenarnya menawarkan suntik meningitis secara kolektif di kantor bironya bersamaan dengan pelaksanaan manasik pada tanggal 28 Desember 2013. Namun, saya tidak bisa mengikutinya karena sudah berencana pulang pada liburan Natal kemarin.

Saya pun mencari info jauh-jauh hari mengenai tempat yang bisa melayani pasien yang ingin suntik meningitis. Mbah Google menjadi andalan untuk mencari info. Ada sebuah blog yang menuliskan pengalamannya aat suntik meningitis di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Selatan. Lokasi tempat tinggal saya memang paling dekat dengan rumah sakit tersebut.

Tanggal 31 Desember saya minta ijin untuk tidak masuk kantor. Dengan semangat 45 saya berangkat dari kos pukul 7 pagi. Saya juga sudah menyiapkan persyaratan yang harus dibawa berupa fotokopi paspor dan satu lembar pasfoto 4x6. Saya sampai di RS Fatmawati pukul 8 dan langsung menuju Griya Husada, tempat di mana pasien bisa melakukan pembayaran. 

Mencari lokasi di komplek RS Fatmawati yang demikian luasnya, cukup membingungkan. Saya bertanya pada petugas dan alhamdulillah ternyata dia juga akan menuju Griya Husada. Saya diantarkan sampai Griya Husada dan ditunjukkan letak kasir untuk membayar biaya suntik meningitis.

Namun alangkah terkejutnya saya, sewaktu kasir memberitahu bahwa RS Fatmawati sudah tidak melayani suntik meningitis sejak enam bulan terakhir. Seketika saya menertawakan diri sendiri, mengapa tidak mengecek blog yang saya baca (tertanggal Februari 2013). Bahkan yang lebih sepele pun, saya tidak menelepon Rumah Sakit Fatmawati untuk memastikannya. 

Saya membaca print out blog yang saya temukan terkait suntik meningitis. Di situ disebutkan alternatif tempat suntik meningitis ada di Bandara Soekarno Hatta, Bandara Halim Perdana Kusuma, dan Pelabuhan Tanjung Priuk. Kali ni saya tidak mau kecolongan lagi. Saya menelepon nomor-nomor yang ada, sembari makan di CFC.

Pertama, saya menelepon Bandara Soekarno-Hatta. Petugas mengatakan bahwa lokasi untuk SM ada di dekat kantor Angkasa Pura. Saya tidak mungkin mengejar untuk menuju ke bandara SH. Kedua, saya menelepon Bandara Halim Perdana Kusuma. Petugas mengatakan bahwa antrian sudah ditutup padahal saat itu baru jam 8.44 WIB. Saya kemudian bertanya, jam berapa antrian mulai dibuka. Petugas itu memberi tahu bahwa antrian sudah dibuka sepagi mungkin, bahkan ada yang sudah mengantri sejak jam 4 pagi.
Jadi lah hari itu saya gagal suntik meningitis padahal sudah mengajukan ijin ke kantor. Tapi memang perjuangan tidak pernah mudah. Katanya, ujian sudah dimulai sejak di tanah air. Antrian paspor, antrian suntik, dan sebagainya…

Saya memilih Bandara Halim saja. Dan berencana berangkat jam 5 pagi hari kamis besok, hehe.
(cerita lanjutannya ada di sini)

Saturday, December 28, 2013

Survei Salon (part 2)



Semalam saya dapat beberapa referensi dari adik saya. Setelah lulus kuliah dia sibuk nge-craft untuk tolo online-nya, jadi dia memang masih tinggal di rumah selama 2 tahun terakhir. Gak heran kalo dia dapat beberapa referensi dari temennya yang sudah menikah. Saya nemu dua salon yang bikin penasaran untuk didatangisetelah lihat FB nya:

1. Kibdy Ayu Wedding Planner, lokasi di dekat STIE Putra Bangsa
2. Rizka Salon, yang ini asli gak sengaja namanya sama hehe. Lokasi desa Tanuraksan, kecamatan Karangsambung, 1,5km ke utara dari perempatan pasar Mertokondo

Setelah coba kontak, Kibdy Ayu bisa nerima saya siang setelah selesai acara nikahan, sedangkan Rizka Salon…si ibu yang punya salon ga ada di rumah, karena sedang ke Jogja. Sebagai alternatifnya, saya bisa ketemu pegawainya untuk lihat-lihat foto. Hari sabtu saya dan cami nge-bolang ke Kebumen untuk survei lagi, hehe. Maunya sih sekali lihat langsung cocok. Tapi lebih baik capek di depan dari pada nyesel di belakang wkwkwk

Saya ke Rizka Salon dulu. Diterima pegawainya. Sayang pegawainya cowok, jadi ga bisa coba-coba baju. Beberapa dekornya bagus juga.. Hasil surveinya lewat foto aja ya.. Kesimpulan: riasan bagus asal pinter pilihnya, penasaran nyoba beberapa baju, terutama baju pengantin yang bentuknya gamis.





Setelah makan siang, kami meluncur ke Kibdy Ayu. Pas nyampe lokasinya, kantornya kecil.. tapi udah pake AC hehe.. kami diterima sama Mas Didit dan Mba iib. Mereka yang punya usaha WO ini. Mas Didit udah kaya marketingnya lah..menghandle dekor, dan nyariin vendor dokumentasi, katering, hiburan. Sedangkan mba iib fokus ke riasnya. Kami lihat-lihat porto folionya di album dan dan tanya2. Mereka ramah dan sabar jawab pertanyaan kita. Pas nanya harga, mereka nyodorin paket gedung besar dan kecil. Dan untuk gedung saya, masuk ke paket gedung kecil seharga 12,5 juta yang berisi: rias (pengantin, ortu, besan, keluarga inti 4 orang, buku tamu 4 orang, domas 4 orang, satrio bagus 4 orang), dekor (pelaminan, karpet jalan ke pelaminan, standy flower, panggung hiburan, kamar pengantin, tempat angpao, standy foto&pigura prewed), MC acara panggih, cucuk lampah, dokumentasi (foto roll, video shooting). Wahh kalo yang ini masuk budget.


Lalu saya ditanya, mau pake adat ga? Saya jawab ga usah, karena saya maunya muslim aja. Dari paket itu ga semuanya diambil, jadi masih dapat potongan harga lagi jadi 10,4 juta. Baiklah bisa dilanjut…sekarang saatnya lihat-lihat baju.. 

Baju di sana rata-rata kebaya. Saya ditanya, maunya warna apa. Merah marun, ga bisa bikin saya nengok ke yang lain hehe. Tapi, pas liat yang merah marun, modelnya kurang suka. Ditawarin warna ijo lumut, gold, cokelat, oh no… itu yang mau saya hindari karena buat saya warna itu bikin kulit gelap. Saya cerita juga, maunya yang soft, make up nya ga tebal dan jilbabnya ga lebay. Mba iib bilang ga masalah dan bisa mengikuti apa yang saya mau. Katanya, kalo di portofolio itu kan keinginan pelanggan, jadi ya itu selera pelanggan, bukan berarti semua hasilnya akan begitu. Hmm..bener juga sih.

Saya tertarik dengan kebaya warna abu-abu. Soalnya itu juga yang paling soft di antara yang lain. Setelah dicoba, pas di badan saya. Ya iya lah, badan kecil begini pasti masuk wkwkwk. 



Trus, pas akad nikah rencananya mau pake kebaya full putih aja, gak ada warna lain, supaya kelihatan sakralnya. Saya coba kebaya putih yang modelnya ekor panjang. Katanya kalo pas jalan, nanti bisa ditaruh di atas tangan, sekalian buat model juga sih. Jadi hasilnya begini:



Pas liat-liat foto di sana nemu weddingbook. Kualitasnya bagus, anglenya juga bagus. Isinya liputan candid dari proses rias, akad, sampe resepsi selesai. Kalo paket foto WB ini harganya 2 juta. Trus satu lagi yang bikin saya penasaran, yaitu wedding clip. Saya ga mau pake video shooting yang cuma nayangin tamu2 pada jalan pas salaman sama pengantennya. Jadi ide weddingclip jadi alternatif. Nah untuk weddingclip ini mas Didit belum begitu ngerti, tapi dia punya bayangan dari yang saya ceritakan. Masalah ini masih nunggu saya dan mas Didit tukeran video yang kami maksud supaya ga ada salah paham.

Hari itu belum bisa diputuskan saya mau pakai yang mana. Masih penasaran dengan Rizka Salon, penasaran pengin coba baju pengantin model gamisnya. Dan juga di Kibdy Ayu belum sreg banget dengan kebaya resepsinya. Katanya sih, nanti ada model baru lagi sampai hari H acara saya. Makanya mau didatengin lagi nanti. Hmm survei belum berakhir ternyata, hehe

Cukup segini dulu laporannya. Nanti bakal diupdate2 lagi di part 3

Friday, December 27, 2013

Survei Salon (part 1)



Mempersiapkan pernikahan pasti menyita banyak waktu. Saya yang tidak tinggal bersama orang tua, tidak punya banyak waktu untuk bertemu dengan orang tua. Diskusi bisa dilakukan lewat telepon, tetapi ada hal yang harus dilakukan di kota tempat akan dilangsungkannya acara.
Bersyukur banget acara lamaran sudah berlangsung 1 Desember 2013. Jadi saya bisa memanfaatkan liburan panjang Natal ini untuk mempersiapkan segala sesuatu di rumah (Gombong, Kebumen) yaitu: gedung dan salon.

Gedung

Sebenarnya keluarga kami merasa kurang pas jika mengadakan acara di gedung. Takut tamunya tidak sebanding dengan gedungnya alias tempatnya terlalu mewah. Tapi apa mau dikata, rumah orang tua saya tidak punya halaman luas. Kalo mau ikut tradisi menutup jalan seperti yang biasa dilakukan warga di sini, sepertinya akan sangat merepotkan, soalnya jalan depan rumah saya adalah jalan propinsi.

Jadi memang jauh-jauh hari (bahkan sebelum ada yang melamar), orang tua saya sudah memutuskan untuk mengadakan acara resepsi di gedung.

Urusan gedung sudah dipilih oleh ibu saya: Gedung Al Mabrur. Gedung ini berlokasi di dekat masjid dan di depannya lapangan luas. Keuntungannya, bisa sekaligus mengadakan acara akad di masjid dan parkiran luas. Hehe

Saya menyempatkan untuk melihat gedung itu. Sebenarnya gedung itu ga terlalu cocok karena… di panggung nya ada tembok penghalang, jadi hasil fotonya akan seperti ini:



Tapi..ya sudahlah, saya tidak mau berdebat dengan orang tua. Apalagi setelah mendengar kakak saya merekomendasikan salon yang bisa meng-handle kondisi gedung seperti itu.

Rias

Untuk urusan rias untuk acara penting seperti pernikahan, saya sangat selektif. Maklum di kota kecil kebanyakan rias pengantinnya medok alias tebal dan warna mencolok. Buat saya, rias pengantin yang bagus ya tidak terlalu mencolok, karena saya tidak memakai tema adat. Saya juga sudah kena racun selera ibu kota yang berprinsip: simple is elegant. Apalagi sudah ngubek-ubek FB nya Sanggar Liza yang jadi most adorable wedding make up di kantor saya.

Pilihan jatuh pada salon ULYA di Purwokerto. Fyi, jaraknya dengan rumah saya sekitar 55km. Kenapa saya bela2in jauh2 pilih salon di sana? Karena memang hasil riasannya baguus.. Gak perlu jauh-jauh cari referensi, kakak saya sendiri memakai salon ini karena acara pernikahannya dilaksanakan di Purwokerto, kota asal istrinya.

Hari jumat saya survei ke sana, bersama cami dan adik saya (yang ini wajib, soalnya dia komentator dan konsultan fashion saya). Sempet coba beberapa baju di sana, kebaya untuk akad nikah dan resepsi.
Bajunya bagus-bagus..coba deh cek di FB nya di Ulyasalon Rias Pengantin

Setelah coba beberapa baju, dan ada yang suka..saatnya cek-cek harga. April 2013 kakak saya kena charge 9 juta untuk dekor di rumah dan 6 juta utk rias: pengantin, ortu+besan, keluarga 4 orang, buku tamu 4 orang. Trus, sekarang saya kena berapa? Pak Widodo yang punya salonnya bilang, 11 juta untuk dekor dan 6 juta untuk rias paket yang sama. Itu pun sudah ada yang booking hari yang sama di Kroya (sekitar 40 km dari lokasi salon). Kalo saya mau dirias oleh ibu Widodo, saya harus mau dirias mulai setelah subuh. Lalu bagaimana dengan dekor, masalah tembok penghalang? Kalo mau diakal supaya dekor kelihatan tinggi, bisa ditambah panggung, dengan harga 200 ribu per meter persegi. Huaa…pengen nangis liat harga2nya. Kenapa bisa begitu? Lokasi saya ada di luar kota, jadi mereka perlu biaya untuk survei dekor bolak-balik. Dan kalo saya minta dikurangin paketnya, misal dekornya yang level di bawah paket, ga bisa. Karena untuk order di luar kota, ga terima order paket minimalis. Yah sudah lah, dipikir dulu, belum berani pesan..mungkin karena bagi ULYA ga menguntungkan kalo order di luar kota dengan paket minimalis. Kecewa juga sih..pas ada kesempatan pulang cukup lama, trus hasilnya begini hiks..

Target selanjutnya adalah: mencarialternatif.

Tuesday, October 22, 2013

Sehari di Kantor Imigrasi


Niat untuk berangkat umroh sudah lama ada dalam pikiran saya. Namun niat itu belum sempat terealisasikan karena kesibukan di kantor. Terlebih lagi saya belum terpikir dengan siapa saya berangkat ke sana.

Finally, sekitar sebulan yang lalu niat itu menjadi rencana bulat ketika orang tua juga mengutarakan niat  yang sama. Mereka merasa terlalu lama menunggu antrian ibadah haji yang dijadwalkan berangkat pada tahun 2020.

Persiapan pertama untuk mendaftar ibadah umroh adalah paspor. Saya memang sudah pernah punya paspor sebelumnya, tetapi itu paspor dinas yang hanya bisa dipakai untuk melakukan perjalanan dalam rangka tugas sebagai PNS.

Pembuatan paspor saat ini sudah semakin mudah. Meskipun KTP saya berstatus penduduk Kabupaten Kebumen, saya tetap bisa membuat paspor di kantor imigrasi manapun di seluruh Indonesia karena saat ini Ditjen Imigrasi sudah menerapkan sistem online.

Pendaftaran secara online memudahkan kita sehingga tidak perlu mengisi formulir secara tertulis. Scan seluruh dokumen yang diperlukan: KTP (wajib), kartu keluarga (wajib), kemudian ditambah minimal satu dokumen pendukung (akte kelahiran, ijazah, surat nikah). Kita diwajibkan mengupload dokumen tersebut setelah melakukan pengisian online di situs pendaftaran paspor online.

Setelah mendaftar online, lakukan pembayaran di kantor BNI terdekat dengan menunjukkan bukti registrasi yang dikirimkan ke email kita setelah mendaftar online. Saya memilih paspor biasa 24 halaman dengan biaya Rp 50.000 ditambah biaya perekaman biometrik Rp 55.000 jadi total Rp 105.000.

Tahap berikutnya adalah kedatangan ke kantor imigrasi. Kantor imigrasi yang saya pilih adalah Kanim Kelas I Khusus Jakarta Selatan.

08.00
Saya berangkat dari kantor di Jalan Gatot Subroto menuju Kanim Jaksel menggunakan Kopaja AC 602 jurusan Ragunan

08.30
Turun di halte imigrasi. Kanim kelihatan sepi. Wahh..antrian masih sepi nih. Saya masuk ke lobby dan mencari petunjuk. Ternyata pembuatan paspor dilayani di lantai 2. Saya naik ke lantai 2. Dan....taraaa...ternyata di lantai 2 pelayanan paspor sudah dimulai.

Tepat di jalan saya keluar dari tangga di lantai 2, terdapat antrian pemohon. Di samping di ujung depan antrian ada satpam wanita yang memberi petunjuk pada pemohon. Satpam itu memisahkan antrian pemohon yang tidak mendaftar secara online dengan pemohon yang sudah mendaftar secara online.

Pemohon yang sudah mendaftar online diminta untuk mempersiapkan dokumen asli sebelum diberikan map dan nomor antrian. Saya sampai di meja depan antrian dan menunjukkan bukti pembayaran registrasi online. Dua orang petugas yang melayani saya memperhatikan bukti pembayaran saya. Mereka menanyakan apakah saya benar ingin membuat paspor 24 halaman. Petugas itu meminta saya untuk menuju ke loket satu tanpa memberikan nomor antrian. Aduh...jangan2 ada masalah.

Saya menuju ke loket satu. Di sana ada dua orang laki-laki mengantri di depan saya. Yang satu berusia sekitar empat puluhan sedangkan yang satu berusia sekitar enam puluhan. Dari pembicaraan mereka,  sepertinya mereka mempunyai masalah yang sama dengan saya. Fiuhh...agak tenang. Ketika tiba giliran salah satu dari mereka, kami bertiga maju ke depan loket.

Petugas menjelaskan bahwa paspor 24 halaman yang kami pilih biasanya digunakan oleh TKI. Secara prinsip, pelayanan dan fungsi paspor 24 halaman sama dengan yang lainnya. Ternyata kami hanya diberi penjelasan dan diingatkan kembali mengenai paspor 24 halaman sebelum kami mengikuti prosedur selanjutnya.

09.30
Lolos dari loket 1 saya kembali ke petugas yang menyuruh saya ke loket 1. Saya mengambil nomor antrian dan mendapakan antrian 053. Padahal waktu itu masih antrian 037. Hiks..


Sambil menunggu, saya mengecek dokumen untuk diperiksa. Sepertinya sudah lengkap. Tetapi saya tiba-tiba ingat kalo saya belum menyertakan surat permohonan untuk menambahkan nama. Surat permohonan penambahan nama bisa dibeli di koperasi lengkap dengan materainya seharga Rp 7.000. Kita tinggal mengisi dan menandatanganinya.

10.30
Akhirnya dipanggil juga. Saya membawa map dan dokumen asli untuk diperiksa. Petugas imigrasi mengecek kesesuaian data isian online dengan data di dokumen asli.

“Sudah pernah punya paspor sebelumnya?”
“Sudah pernah”
“Ini dulu paspor dinas ya?”
“Iya”
“Mau ke mana rencananya?”
“Mau umroh”
“Umroh ya?”
“Iya. Pakai surat permohonan penambahan nama ya mba?”
“Iya. Ini sudah ya. Dokumennya saya kembalikan. Kuitansi saya ambil satu. Mba simpan satu untuk pengambilan paspor nanti hari jumat. Setelah ini antri foto ya di sebelah sana.”

Petugas itu melayani saya dengan ramah sekali, bahkan berbonus senyum manis dari mbak-mbak yang cantik. Yang gak nahan, antrinya. Hosh...hosh.

Saya menuju antrian foto. Ada tiga jenis antrian: online, umum, dan travel. Antrian umum untuk pemohon yang mengisi permohonan langsung di tempat. Antrian travel untuk pemohon yang menggunakan biro jasa pembuatan paspor.

11.45
Menunggu memang pekerjaan yang membosankan. Apalagi saya tidak membawa buku bacaan atau laptop atau gadget selain handphone untuk menghabiskan waktu. Saya berharap-harap cemas ketika jam menunjukkan pukul 11.45. Nomor antrian saya belum dipanggil juga. Padahal sudah hampir mendekati jam makan siang.

Petugas mengumumkan bahwa pengambilan foto akan dilanjutkan pukul 13.00 setelah makan siang. Yah...berarti waktu saya tersita lagi 1 jam. Waktu satu jam saya habiskan dengan makan di KFC Duren Tiga dan dilanjutkan sholat di masjid belakang

13.30
Akhirnya nomor antrian saya dipanggil untuk foto. Ternyata penantian belum berakhir. Masuk ke ruang petugas, ternyata masih antri lagi.  Sambil menunggu, saya menemukan informasi yang cukup penting untuk pengambilan foto.



Seharusnya, pengumuman ini dipasang di luar ruang pemotretan karena sepertinya percuma saja jika pemohon baru membaca saat sudah dipanggil untuk foto. Yah…as always in Indonesia, haha
Menunggu sekitar 15 menit, nama saya dipanggil, “Rizka Rahmaida..foto”.

Bingung juga saya mencari-cari suara yang memanggil karena tempat pemotretan bentuknya seperti bilik warnet di kota kecil, hehe. Bilik pemotretan terbuat dari kayu lapis dicat putih. Pengambilan gambar foto dilakukan sembari kita duduk berhadapan dengan petugas yang mengoperasikan kamera melalui komputer yang berada di meja di antara kami. Si bapak petugas sempat bertanya sedikit.

“Nama lengkap?”
“Rizka Rahmaida”
“Tempat tanggal lahir?”
“Kebumen, 12 Oktober 1986”
“Orang Kebumen ya?”
“Iya Pak”
“Kebumennya mana?”
“Gombong”
“Jadi Kebumen atau Gombong?”
“Gombong Pak”
“Kalo Gombong ya Gombong, jangan bilang Kebumen”
“Ihh Bapak, kan takut orang ga tau Gombong”

Bapak petugas itu tertawa. Kena nih dikerjain. Fiuuhh.. Saya diminta untuk merekam sidik jari: 5 jari bersamaan ditambah sekali perekaman sidik ibu jari, kanan dan kiri. Setelah mengambil gambar foto, petugas menawarkan untuk mengulangi pengambilan foto jika belum memuaskan, haha

“Buat orang Gombong seperti ini cukup?”
“Cukup pak..” *ngeledek lagi si bapak*
“Lanjut antri wawancara ya, nanti dipanggil”

Huaaa antri lagi ya ternyata…antri sepanjang hari ini judulnya. Saya pikir antrian foto tadi sekaligus wawancara. Ya sudah..sabar dan ikuti saja.
Lima menit menunggu.

“Rizka Rahmaida, wawancara”
“Ya..”

Lagi-lagi saya mencari-cari petugas mana yang memanggil saya. Kaya main kucing-kucingan, saya menemukan petugas yang memanggil. Kondisi tempat masih sama seperti tadi, berhadapan dengan satu meja di antara kami tapi tanpa bilik *eeaaa*. 

“Mau ke mana rencananya?”
“Mau umroh”
“Udah pernah punya paspor ya?”
“Udah pak.”
“Oh tapi paspor biru ya?”
“Iya, untuk dinas.”
“PNS di mana?”
“Di LIPI Pak.”
“Cek dulu data-datanya.”

Kali ini kami melihat monitor yang menampilkan data saya untuk dicetak dalam paspor. Semua data dicek termasuk nama orang tua. Saya melihat nama lengkap dan nama paspor terdiri dari tiga kata dengan penambahan nama ayah di belakang nama saya.

“Bedanya nama lengkap dengan nama di paspor apa pak?
“Nama di paspor nanti yang dicetak  di paspor.”
“Kalo nanti saya mau pakai untuk dinas, kalo KTP saya dua nama gimana pak?”
“Ya bisa aja nanti di depan namanya 2 kata, nanti di halaman 4 bisa ditulis yang 3 kata.”
“Itu bisa untuk umroh kan pak?”
“Ya bisa”
“Ya udah kaya gitu aja pak”
“Jadi nama yang di depan 2 kata aja sesuai KTP ya?”
“Iya”
“Nanti di halaman 4 baru yang 3 kata.”
“Iya”
“Oke. Tanda tangan di sini.”
Saya menandatangani halaman kedua di buku paspor.
“Ya sudah selesai. Paspor nanti diambil empat hari dari sekarang. Jumat selesai ya.”
“Ya pak, makasih.”

14.15
Alhamdulillah… proses antrian selesai sudah. Tinggal menunggu paspor jadi. Semoga berkah. Insha Allah.