Alhamdulillah akhirnya hari yang ditunggu tiba. Berangkat ke tanah suci :)
Jamaah berkumpul di terminal Bandara Sokarno Hatta. Pesawat SQ 953 dijadwalkan berangkat pukul 8.25 tetapi kami diwajibkan berkumpul pukul 5 pagi karena harus mengalokasikan waktu untuk menyerahkan bagasi dan pemeriksaan di imigrasi. Kami tidak perlu check in karena pihak biro sudah melakukan check in untuk rombongan.
Pesawat berangkat pukul 8.25 menuju Singapura, dengan penerbangan
selama 90 menit. Wajar tidak ada delay karena ini pesawat bintang lima hehe.
Kami mendarat di bandara Changi pukul 11.00 waktu Singapura (di Jakarta pukul
10.00). Kami transit di bandara Changi untuk pindah pesawat. Jadwal penerbangan
berikutnya pukul 12.55 waktu Singapura. Jadi kami punya waktu bebas sekitar
satu jam sebelum check in untuk penerbangan berikutnya. Waktu satu jam tidak
terasa membosankan di sana. Jauh hari sebelum berangkat, saya sudah mencari
informasi di website bandara Changi untuk mencari tempat menarik.
Pukul 12.55 WST perjalanan berlanjut menggunakan pesawat SQ 456 dari
Singapura menuju Jeddah dengan terlebih dahulu transit di Riyadh karena pesawat
harus mengisi bahan bakar (kami tidak perlu pindah pesawat). Lama penerbangan
dari Singapura ke Riyadh adalah sembilan jam. Kami sampai di Riyadh pukul 17.00
karena perbedaan waktu antara Singapura dan Riyadh adalah tiga jam.
Bandara Riyadh |
Di bandara Riyadh, pesawat berhenti selama kurang lebih satu jam.
Pukul 18.00 WST pesawat melanjutkan penerbangan selama 1,5 jam ke Jeddah. Kami
sampai di bandara King Abdul Aziz Jeddah pukul 19.30.
Di bandara Jeddah, kami melalui pemeriksaan imigrasi. Petugas di
sana menurut saya kurang ramah. Petugas di antrian saya melayani sambil
menelepon. Benar juga kata teman saya, petugas imigrasi di Jeddah cenderung
kurang baik dalam pelayanan. Ini karena negara mereka punya posisi tawar yang
tinggi. Ibaratnya, mau ramah atau tidak, toh nyatanya jutaan umat muslim
sedunia tetap datang ke Mekkah melalui Jeddah. Yup..Jeddah adalah bandara
terdekat dengan Mekkah. Dari dalam pesawat saya melihat pemandangan khas Jazirah Arab: tanah kecoklatan yang luas. Menariknya, ada gundukan kecoklatan membentuk garis lurus yang sepanjangnya dihias lampu seolah membentuk garis. Saya menduga itu adalah jalan penghubung antar kota. Cantik sekali. Hati saya berdebar manakala pesawat makin mendekat ke tanah. Alhamdulillah, ini bukan mimpi.
Cantiknya Jeddah malam hari dari udara |
Pemeriksaan dilakukan terpisah antara laki-laki dan perempuan. Mulai
dari tempat ini saya mulai sering mendengar panggilan/sapaan untuk jamaah umroh
dipanggil hajji (untuk laki-laki) dan hajjah (untuk perempuan). Petugas biasanya
memanggil jamaah dengan sebutan hajji dan hajjah. Pemeriksaan jamaah laki-laki
lebih lama dari jamaah perempuan. Jika jamaah perempuan cukup diperiksa
paspornya (bahkan tidak dilihat kecocokan muka dan foto paspor), maka jamaah
laki-laki harus memeriksakan sidik jari dengan paspornya. Saya sempat heran
karena setahu saya, pemeriksaan imigrasi di Jeddah juga termasuk memeriksa
mahram. Di Saudai Arabia, kita tidak bisa masuk tanpa mahram. Jika melaksanakan
ibadah umroh tanpa disertai mahram, maka harus membayar biaya mahram.
Pukul 20.00 WST kami melanjutkan prejalanan ke Madinah menggunakan
bus setelah sebelumnya makan malam nasi box. Menunya? Ayam bakar dan sambal
lalap. Sambal terasinya seperti di Indonesia.
Terlur rebus di Arab menarik perhatian saya. Lihat saja tanggal
produksi dan tanggal kadaluarsanya..
Lama perjalanan enam jam. Sepanjang jalan tak henti-hentinya saya
mengucap syukur alhamdulillah. Seakan tidak percaya saya bisa menginjakkan kaki
di Saudi Arabia (padahal belum masuk tanah haram). Rasa bahagia, terharu, dan
tak percaya, membuat saya meneteskan air mata ketika mencoba menutup mata untuk
tidur di tengah kantuk yang menyerang setelah perjalanan panjang.
Pukul 01.45 WST muthawwif kami memberi tahu bahwa kami sudah
memasuki kota Madinah, kota tempat di mana Rasulullah menghabiskan sebagian
besar usianya. Kami diajak mengucap shalawat kepada Rasul. Dan tangis saya
pecah lagi…
Pukul 02.00 WST (hari Senin) kami sampai di hotel Madinah Mubarak.
Lagi-lagi perasaan yang sulit dilukiskan ketika saya menginjakkan kaki di kota
Madinah, kota yang 17 abad lalu menjadi awal mula penyebaran Islam oleh
Rasulullah. Muthawwif memberi tahu arah masjid Nabawi yang memang sangat dekat
dengan hotel (sekitar 200 meter). Subhanallah.
Rasa kantuk dan lelah sudah sangat parah apalagi ditambah jetlag perjalanan panjang dengan
perbedaan waktu. Tentang jetlag ini,
saya coba ceritakan lebih detail di cerita ini. Kami beristirahat sebelum shalat subuh pertama di Masjid Nabawai.
Alhamdulillah, perjalanan panjang sudah dilalui dengan lancar dan selamat.
Cerita terkait:
Umroh hari kedua: Masjid Nabawi
Cerita terkait:
Umroh hari kedua: Masjid Nabawi
No comments:
Post a Comment