Tuesday, June 26, 2012

OIC Project (jadi guide lagi)

Dua hari kemarin saya pergi ke Jogjakarta. Bukan untuk liburan, tetapi pekerjaan. Yup, selain karena pekerjaan, saya jarang sekali bepergian untuk jalan-jalan. Kalau kata teman saya sih, istilahnya DIPA tracker.. DIPA itu singkatan dari Daftar Isian Perencanaan Anggaran (anggaran pemerintah). Jadi, saya hanya bepergian ketika ada tugas negara. Kali ini saya bukan DIPA tracker, hehe.. Sebab tugas kali ini didanai oleh Organization of Islamic Cooperation (OIC).

Jadi ceritanya, OIC ini ingin membuat buku tentang gambaran iptek dan inovasi di negara-negara Islam. Nah, Indonesia adalah salah satu targetnya. Meskipun Indonesia bukan negara Islam, tetapi penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam.

OIC menggunakan jasa konsultan, yaitu Royal Society, yang berkedudukan di Inggris. Royal Society ini mengutus satu stafnya ke Indonesia (dan juga ke negara-negara lainnya) untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Staf Royal Society yang bertugas di Indonesia adalah Ms. Priya Shetty. Pertama kali saya melihatnya melalui Skype untuk diskusi pre-project (dia di London). Saya bertatap muka secara langsung dengan Priya pertama kali di Jakarta pada saat dia datang ke kantor saya untuk menjelaskan kontrak pekerjaan. Dan bisa ditebak, saat dia datang saya tidak banyak berbicara dengannya karena ada banyak senior di kantor saya yang lebih fasih berbicara bahasa Inggris.

Project ini mengharuskan kami merancang Focus Grup Discussion (FGD) maupun jadwal wawancara dengan orang-orang yang diinginkan Priya. Dia sudah memiliki kategori pakar, antara lain: lembaga litbang pemerintah, universitas negeri dan swasta, lembaga litbang nonpemerintah, perusahaan swasta, peneliti, akademisi, pengusaha, innovator, politisi, bahkan parlemen (DPR). Tentu saja topik yang dibahas adalah seputar iptek dan inovasi.

Ada beberapa lokasi tempat dilaksanakannya kegiatan ini. Saya dan beberapa rekan kebagian menemani Priya di Yogyakarta. Sebelumnya ada tawaran meyertai Priya ke Bali selama tiga hari, tetapi karena ada tugas lain yang bersamaan waktunya, saya tidak bisa menerimanya (sayang banget..padahal saya belum pernah ke Bali, hiks). Saya menerima tawaran ke Yogyakarta karena bisa sekalian pulang kampung. Dari Jakarta saya pulang dulu ke rumah, mudik selama tiga hari, kemudian melanjutkan perjalanan ke Yogyakarta untuk bertugas. Lumayan lah, hehe..

Kegiatan FGD di Yogyakarta dilaksanakan di Fakultas Teknik UGM dan di Fakultas Pertanian UPN Veteran Yogyakarta. Topik diskusi di UGM terfokus pada keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan penelitian, kemudahan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, serta isu BHMN yang masih belum jelas (bahkan bagi UGM sendiri). Sedangkan diskusi di UPN terfokus pada topik tentang kolaborasi kegiatan penelitian dan kendala kegiatan penelitian di UPN Veteran sebagai perguruan tinggi swasta.



Setelah dua diskusi ini, kami sempat membawa Priya jalan-jalan ke Candi Prambanan. Kami menceritakan legenda Candi Prambanan sebisanya, dan seingatnya. “There was a man who wants to propose a woman. Her name was Roro Jonggrang. But she didn’t want to marry him. So, she asked the man to make a thousand temples only in one night. The man asked  the devil to help him. She was afraid of this. So, the woman made the situation as if the morning came. The man were very angry and made her a temple, named Roro Jonggrang Temple.” Wahh..gak tau ini bener apa nggak, ceritanya dan juga cara nyeritainnya, hehe..

Sesampainya di objek wisata Candi Prambanan, kami melihat banyak sekali pengunjung. “This month is holiday period for students in Indonesia,” saya jelaskan begitu. Saya, jujur saja, belum pernah ke Candi Prambanan. So lucky, akhirnya bisa sampai sini tanpa sengaja. Pintu masuk untuk wisatawan asing dipisahkan dari wisatawan lokal. Harga tiket masuk untuk wisatawan asing juga lebih mahal (USD 13) dibandingkan dengan wisatawan lokal (Rp 30.000).



Memasuki komplek Candi Prambanan, ada beberapa candi yang berantakan dan tanahnya tampak berdebu. Saya bilang ke Priya, “The dust are from Merapi eruption. The temple are still being reconstructed because of the earthquake.” Padahal saya juga gak tahu pasti, tapi daripada tidak ada bahan obrolan, hehe..

Sayang sekali kami ketinggalan jadwal untuk masuk ke candi Ratu Boko, yang kata supir kami sangat indah dilihat pada sore hari saat matahari terbenam. Candi utama Roro Jonggrang juga tidak bisa dimasuki. Meski begitu, kami masih bisa masuk ke salah satu candi dan sempat berfoto di dalamnya.


 
Di sela perjalanan pulang dari Prambanan, kami mengobrol apa saja, mulai dari makanan khas Yogya, keraton Yogya, Gunung Merapi, dan banyak hal tentang Indonesia. Saya juga ganti bertanya pada Priya tentang film India: apakah semua orang India pandai menari? Kedengarannya konyol, tetapi saya penasaran, hehe.. “Most people in India can dance”, begitu katanya. Saya bilang, “Shah Rukh Khan is very famous in Indonesia.” Priya juga menjelaskan lebih jauh tentang Bolywood, bahwa memang ada diskriminasi dalam pemilihan movie star di India. Saya juga bilang saya sangat kagum dengan Taj Mahal, “I wish someday I could have been there,” hehe..

Priya sendiri adalah warga negara UK. Dia lahir dan tinggal di London. Orangtuanya sudah menetap di London sejak dia kecil dan hanya beberapa kali dalam setahun mengunjungi keluarga besarnya di India. Hmm..saya kemudian penasaran juga bertanya tentang Pangeran William, hehe.. “Most people admire Prince William so much, also my sister,” katanya. “For about 6 months before the wedding, no other headline news except their wedding..” Jelas lah, karena di Indonesia pun begitu, hehe..



Kami berpisah setelah mengantar Priya ke hotel tempat dia menginap di Yogyakarta. Dua hari kemudian kami bertemu dia lagi di Jakarta untuk acara serupa.