Niat untuk berangkat umroh sudah lama ada
dalam pikiran saya. Namun niat itu belum sempat terealisasikan karena kesibukan
di kantor. Terlebih lagi saya belum terpikir dengan siapa saya berangkat ke
sana.
Finally, sekitar sebulan yang lalu niat itu menjadi
rencana bulat ketika orang tua juga mengutarakan niat yang sama. Mereka merasa terlalu lama
menunggu antrian ibadah haji yang dijadwalkan berangkat pada tahun 2020.
Persiapan pertama untuk mendaftar ibadah umroh
adalah paspor. Saya memang sudah pernah punya paspor sebelumnya, tetapi itu
paspor dinas yang hanya bisa dipakai untuk melakukan perjalanan dalam rangka
tugas sebagai PNS.
Pembuatan paspor saat ini sudah semakin mudah.
Meskipun KTP saya berstatus penduduk Kabupaten Kebumen, saya tetap bisa membuat
paspor di kantor imigrasi manapun di seluruh Indonesia karena saat ini Ditjen
Imigrasi sudah menerapkan sistem online.
Pendaftaran secara online memudahkan kita
sehingga tidak perlu mengisi formulir secara tertulis. Scan seluruh dokumen yang
diperlukan:
KTP (wajib), kartu keluarga (wajib), kemudian ditambah minimal satu dokumen
pendukung (akte kelahiran, ijazah, surat nikah). Kita diwajibkan mengupload
dokumen tersebut setelah melakukan pengisian online di situs pendaftaran paspor
online.
Setelah mendaftar online, lakukan pembayaran
di kantor BNI terdekat dengan menunjukkan bukti registrasi yang dikirimkan ke
email kita setelah mendaftar online. Saya memilih paspor biasa 24 halaman
dengan biaya Rp 50.000 ditambah biaya perekaman biometrik Rp 55.000 jadi total
Rp 105.000.
Tahap berikutnya adalah kedatangan ke kantor
imigrasi. Kantor imigrasi yang saya pilih adalah Kanim Kelas I Khusus Jakarta Selatan.
08.00
Saya berangkat dari kantor di Jalan Gatot
Subroto menuju Kanim Jaksel menggunakan Kopaja AC 602 jurusan Ragunan
08.30
Turun di halte imigrasi. Kanim kelihatan sepi.
Wahh..antrian masih sepi nih. Saya masuk ke lobby dan mencari petunjuk. Ternyata
pembuatan paspor dilayani di lantai 2. Saya naik ke lantai 2.
Dan....taraaa...ternyata di lantai 2 pelayanan paspor sudah dimulai.
Tepat di jalan saya keluar dari tangga di
lantai 2, terdapat antrian pemohon. Di samping di ujung depan antrian ada
satpam wanita yang memberi petunjuk pada pemohon. Satpam itu memisahkan antrian
pemohon yang tidak mendaftar secara online dengan pemohon yang sudah mendaftar
secara online.
Pemohon yang sudah mendaftar online diminta
untuk mempersiapkan dokumen asli sebelum diberikan map dan nomor antrian. Saya
sampai di meja depan antrian dan menunjukkan bukti pembayaran registrasi
online. Dua orang petugas yang melayani saya memperhatikan bukti pembayaran
saya. Mereka menanyakan apakah saya benar ingin membuat paspor 24 halaman.
Petugas itu meminta saya untuk menuju ke loket satu tanpa memberikan nomor
antrian. Aduh...jangan2 ada masalah.
Saya menuju ke loket satu. Di sana ada dua
orang laki-laki mengantri di depan saya. Yang satu berusia sekitar empat
puluhan sedangkan yang satu berusia sekitar enam puluhan. Dari pembicaraan
mereka, sepertinya mereka mempunyai
masalah yang sama dengan saya. Fiuhh...agak tenang. Ketika tiba giliran salah
satu dari mereka, kami bertiga maju ke depan loket.
Petugas menjelaskan bahwa paspor 24 halaman
yang kami pilih biasanya digunakan oleh TKI. Secara prinsip, pelayanan dan
fungsi paspor 24 halaman sama dengan yang lainnya. Ternyata kami hanya diberi
penjelasan dan diingatkan kembali mengenai paspor 24 halaman sebelum kami
mengikuti prosedur selanjutnya.
09.30
Lolos dari loket 1 saya kembali ke petugas
yang menyuruh saya ke loket 1. Saya mengambil nomor antrian dan mendapakan
antrian 053. Padahal waktu itu masih antrian 037. Hiks..
Sambil menunggu, saya mengecek dokumen untuk
diperiksa. Sepertinya sudah lengkap. Tetapi saya tiba-tiba ingat kalo saya
belum menyertakan surat permohonan untuk menambahkan nama. Surat permohonan
penambahan nama bisa dibeli di koperasi lengkap dengan materainya seharga Rp
7.000. Kita tinggal mengisi dan menandatanganinya.
10.30
Akhirnya dipanggil juga. Saya membawa map dan dokumen
asli untuk diperiksa. Petugas imigrasi mengecek kesesuaian data isian online
dengan data di dokumen asli.
“Sudah pernah punya paspor sebelumnya?”
“Sudah pernah”
“Ini dulu paspor dinas ya?”
“Iya”
“Mau ke mana rencananya?”
“Mau umroh”
“Umroh ya?”
“Iya. Pakai surat permohonan penambahan nama
ya mba?”
“Iya. Ini sudah ya. Dokumennya saya
kembalikan. Kuitansi saya ambil satu. Mba simpan satu untuk pengambilan paspor
nanti hari jumat. Setelah ini antri foto ya di sebelah sana.”
Petugas itu melayani saya dengan ramah sekali, bahkan berbonus senyum manis dari
mbak-mbak yang cantik. Yang gak nahan, antrinya.
Hosh...hosh.
Saya menuju antrian foto. Ada tiga jenis
antrian: online, umum, dan travel. Antrian umum untuk pemohon yang mengisi
permohonan langsung di tempat. Antrian travel untuk pemohon yang menggunakan
biro jasa pembuatan paspor.
11.45
Menunggu memang pekerjaan yang membosankan.
Apalagi saya tidak membawa buku bacaan atau laptop atau gadget selain handphone
untuk menghabiskan waktu. Saya berharap-harap cemas ketika jam menunjukkan
pukul 11.45. Nomor antrian saya belum dipanggil juga. Padahal sudah hampir
mendekati jam makan siang.
Petugas mengumumkan bahwa pengambilan foto
akan dilanjutkan pukul 13.00 setelah makan siang. Yah...berarti waktu saya
tersita lagi 1 jam. Waktu satu jam saya habiskan dengan makan di
KFC Duren Tiga dan dilanjutkan sholat di masjid belakang
13.30
Akhirnya nomor antrian
saya dipanggil untuk foto. Ternyata penantian belum berakhir. Masuk ke ruang
petugas, ternyata masih antri lagi. Sambil
menunggu, saya menemukan informasi yang cukup penting untuk pengambilan foto.
Seharusnya, pengumuman
ini dipasang di luar ruang pemotretan karena sepertinya percuma saja jika
pemohon baru membaca saat sudah dipanggil untuk foto. Yah…as always in Indonesia,
haha
Menunggu sekitar 15
menit, nama saya dipanggil, “Rizka Rahmaida..foto”.
Bingung juga saya
mencari-cari suara yang memanggil karena tempat pemotretan bentuknya seperti
bilik warnet di kota kecil, hehe. Bilik pemotretan terbuat dari kayu lapis dicat
putih. Pengambilan gambar foto dilakukan sembari kita duduk berhadapan dengan
petugas yang mengoperasikan kamera melalui komputer yang berada di meja di
antara kami. Si bapak petugas sempat bertanya sedikit.
“Nama lengkap?”
“Rizka Rahmaida”
“Tempat tanggal lahir?”
“Kebumen, 12 Oktober
1986”
“Orang Kebumen ya?”
“Iya Pak”
“Kebumennya mana?”
“Gombong”
“Jadi Kebumen atau
Gombong?”
“Gombong Pak”
“Kalo Gombong ya
Gombong, jangan bilang Kebumen”
“Ihh Bapak, kan takut
orang ga tau Gombong”
Bapak petugas itu
tertawa. Kena nih dikerjain. Fiuuhh.. Saya diminta untuk
merekam sidik jari: 5 jari bersamaan ditambah sekali perekaman sidik ibu jari,
kanan dan kiri. Setelah mengambil
gambar foto, petugas menawarkan untuk mengulangi pengambilan foto jika belum
memuaskan, haha
“Buat orang Gombong
seperti ini cukup?”
“Cukup pak..”
*ngeledek lagi si bapak*
“Lanjut antri
wawancara ya, nanti dipanggil”
Huaaa antri lagi ya
ternyata…antri sepanjang hari ini judulnya. Saya pikir antrian foto tadi
sekaligus wawancara. Ya sudah..sabar dan ikuti saja.
Lima menit menunggu.
“Rizka Rahmaida,
wawancara”
“Ya..”
Lagi-lagi saya mencari-cari
petugas mana yang memanggil saya. Kaya main kucing-kucingan, saya menemukan
petugas yang memanggil. Kondisi tempat masih sama seperti tadi, berhadapan
dengan satu meja di antara kami tapi tanpa bilik *eeaaa*.
“Mau ke mana
rencananya?”
“Mau umroh”
“Udah pernah punya
paspor ya?”
“Udah pak.”
“Oh tapi paspor biru
ya?”
“Iya, untuk dinas.”
“PNS di mana?”
“Di LIPI Pak.”
“Cek dulu
data-datanya.”
Kali ini kami melihat
monitor yang menampilkan data saya untuk dicetak dalam paspor. Semua data dicek
termasuk nama orang tua. Saya melihat nama lengkap dan nama paspor terdiri dari
tiga kata dengan penambahan nama ayah di belakang nama saya.
“Bedanya nama lengkap
dengan nama di paspor apa pak?
“Nama di paspor nanti
yang dicetak di paspor.”
“Kalo nanti saya mau
pakai untuk dinas, kalo KTP saya dua nama gimana pak?”
“Ya bisa aja nanti di
depan namanya 2 kata, nanti di halaman 4 bisa ditulis yang 3 kata.”
“Itu bisa untuk umroh
kan pak?”
“Ya bisa”
“Ya udah kaya gitu aja
pak”
“Jadi nama yang di
depan 2 kata aja sesuai KTP ya?”
“Iya”
“Nanti di halaman 4
baru yang 3 kata.”
“Iya”
“Oke. Tanda tangan di
sini.”
Saya menandatangani
halaman kedua di buku paspor.
“Ya sudah selesai.
Paspor nanti diambil empat hari dari sekarang. Jumat selesai ya.”
“Ya pak, makasih.”
14.15
Alhamdulillah… proses
antrian selesai sudah. Tinggal menunggu paspor jadi. Semoga berkah. Insha
Allah.