Monday, April 28, 2014

Baju untuk Seserahan



Saya tidak tahu pasti dari mana asal mula tradisi seserahan. Yang sering saya jumpai, dalam acara seserahan itu intinya keluarga CPP (calon pengantin pria) menyerahkan CPP untuk dinikahkan sesuai syariat. Nah, dalam acara itu CPP juga membawa serta barang-barang yang biasa disebut seserahan. Seserahan ini berupa barang semacam hadiah untuk Calon Pengantin Wanita (CPW). Isinya? Katanya prinsipnya semua yang biasa dipakai wanita atau yang melekat pada tubuh wanita.

Sebenarnya tidak ada aturan baku mengenai seserahan ini sih. Jika saya boleh memilih, tidak perlu terlalu banyak barang yang dibawa pada saat seserahan nanti. Kenapa? Bisa dibayangkan, saya dan mas cami kerja di Jakarta. Sedangkan seluruh acara dilaksanakan di Gombong. Kami berdua bersikeras mencari sendiri barang seserahan di Jakarta supaya sesuai selera saya dan sesuai kantong mas cami (baca: dompet hahaha) Kemudian, barang-barang seserahan itu kami bawa ke Gombong untuk dibungkus dan diserahkan pada saat acara seserahan. Nah, setelah acara selesai… kami membawanya ke Jakarta lagi. Hihi… sempat berpikir iseng, jika ada yang mau menyewakan barang untuk acara seserahan, tentu saya mau. Mau banget..

Untuk urusan barang seserahan saya tidak terlalu ambil pusing. Praktisnya, cari saja merk atau jenis barang yang biasa dipakai, terutama untuk tas, sepatu, dan baju karena faktor kenyamanan sangat penting. Jangan terlalu tergiur dengan label “seserahan” sehingga kita memilih barang mahal atau merk terkenal tetapi pada akhirnya tidak nyaman untuk dipakai karena tidak biasa. Sayang juga kan kalau barang seserahan yang sudah dibeli tidak bisa bermanfaat maksimal.

Saya juga mempertimbangkan jenis barang yang akan dimasukkan ke dalam seserahan. Ketika mas cami mengajukan item baju kerja, saya tidak punya bayangan mau beli di mana. Jujur saja, saya tidak biasa beli baju kerja dengan merk tertentu. Beda dengan tas dan sepatu, saya punya merk favorit yang saya pakai, itu pun bukan grade tertinggi ataupun harga termahal.

Nah ketika itu saya punya ide untuk membeli kain batik saja. Yes, I’m a batik lover. Dan, usul saya, beli sepasang saja supaya nanti bisa untuk membuat baju sarimbit (Ciyeee) karena kami belum punya baju couple (ceileehh). Mas cami langsung setuju dan mau sekalian dijahitkan saja. Kami berpikir untuk acara di rumah mas cami nanti mungkin perlu baju sarimbit karena acaranya tidak terlalu formal, hanya syukuran keluarga. 

Dan agenda berikutnya adalah hunting kain batik di Thamrim City. Hasilnya, kami dapat kain batik tulis kombinasi motif khas Cirebon warna hijau toska. Harga? Rp. 100.000 saja per potong. Nahh kalo baju buat mas cami sih udah cukup dengan sepotong kain seukuran 2 m lebar 1.1 m. Kalo untuk saya? Perlu kain tambahan dan mencari model ini itu hihihi…

Meluncur ke pasar Mayestik, saya dapat kain brokat (2 m x 1.15 m) dan kain katun hijau toska (2 m x 1.15 m) yang senada untuk kombinasinya. 



Modelnya? Saya membayangkan membuat dress panjang tanpa lengan dari kain batik. Trus, luarannya berupa kebaya lace off white dengan model belakang oval dilapis katun polos hijau toska. Kira-kira seperti ini:



Setelah dianter ke penjahit, idenya berubah. Outernya bukan berupa kebaya karena kesannya tua (ini komentar penjahitnya hehe). Sebagai gantinya, saya disodori model blazer kerah V, dengan rimpel di bawahnya. Katun hijau polos untuk melapisi tangan dan badan kecuali rimpel.
Hari ini, baju saya sudah jadi. Dan ini dia fotonya:








Cantik bukan? Batik dan lace yang mewakili unsur tradisional dikombinasikan dengan model blazer rimpel di bagian bawahnya yang sekilas mirip Korean style hihihi

1 comment: