Arabian says,
“Utlubul ‘ilma walau fii tsin”, tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina.
Tak pernah ada
dalam pikiran saya, sekalipun, suatu saat akan berkesempatan mengunjungiBeijing, Cina, apalagi gratisan dan dalam waktu yang cukup lama, tiga minggu.
Alhamdulillah. I’m very blessed.
Tiga minggu bisa
berarti menyenangkan, banyak waktu untuk jalan-jalan, belanja, dan tentu saja
uang saku yang lebih (haha, ngarep!). Tapi tiga minggu juga bisa berarti
menyiksa. Praktis selama di sana pola makan akan terganggu karena di Beijing
banyak dijual makanan yang tidak dijamin kehalalannya. Maka saya mencari segala
sesuatu tentang Beijing sebelum meluncur ke sana.
Cuaca
Cuaca adalah hal
yang pertama kali saya perhatikan. Saya mencari data ramalan cuaca di Beijing
pada bulan September. Suhu di sana berkisar antara 14-25 derajat celcius dan
selanjutnya turun menjadi 11-20 derajat celcius pada akhir September. Perbedaan
suhu rendah dan tinggi cukup signifikan jika dibandingkan sewaktu saya pergi keHanoi. Pada bulan September, Beijing sedang memasuki musim semi. Yap, autumn.
So I’ll have autumn in Beijing. Suhunya tidak terlalu panas, karena musim panas
baru saja selesai pada bulan Agustus. Banyak situs dan blog yang menyebutkan
bahwa waktu paling nyaman untuk mengunjungi Beijing adalah September sampai
Oktober karena suhunya bersahabat, sejuk, dan tidak banyak debu seperti ketika
musim panas. Tetapi yang perlu diperhatikan adalah pada musim gugur bisa saja
tiba-tiba menjadi dingin di siang hari.
Pakaian
Saya bertanya ke
sana kemari. Pakaian seperti apa yang dibutuhkan untuk menghadapi suhu 14-25
derajat celcius? Saya bertanya pada beberapa orang yang sudah pernah ke luar
negeri. Teman pertama, sudah pernah ke Washington selama 5 bulan sejak musim
panas sampai musim salju. Dia bilang, rentang suhu itu cukup diatasi dengan
jaket biasa seperti yang dipakai di Indonesia. Suhu nol derajat pun bisa
dihadang asalkan angin tidak kencang. Lain halnya jika suhu 15 derajat tetapi
anginnya kencang, maka akan terasa lebih dingin dan membutuhkan pakaian yang lebih
tebal. Teman kedua, sudah pernah ke Beijing setahun lalu, sejak bulan September
selama tiga bulan. Dia menyarankan saya untuk membawa jaket tebal dan sepatu
boot, juga sarung tangan, penutup kepala, dan penutup telinga. Saya
berkali-kali meyakinkan lagi, apa iya perlu perlengkapan seperti itu, karena
banyak blogger yang bilang, cuacanya sejuk dan cukup membawa jaket ringan. Tapi
saya seperti tersihir ketika dikirimi fotonya sewaktu di Beijing ini. Katanya,
hangat untuk ukuran orang Cina dan Eropa bisa berarti masih terasa dingin untuk
saya yang terbiasa kepanasan di kosan tanpa AC (curhat, hehe)
Pukul 9 pagi pada musim gugur di Beijing |
Saya masih belum
percaya. Maka saya bertanya pada teman ketiga, seorang guru bahasa Mandarin
yang pernah kuliah di Cina. Dia kuliah di Xia Men, Cina bagian selatan. Beijing
sendiri terletak di Cina bagian utara. Jadi menurutnya, akan lebih dingin
daripada di Xia Men. Dia juga menyarankan saya untuk membawa mantel dan sepatu
boot.
Makin banyak
pendapat, makin bingung. Rupanya itu memang benar-benar berlaku. Makin banyak
membaca blog, membuat saya bingung. Apa yang harus dipersiapkan? Setelah
mempertimbangkan dan mengumpulkan informasi, saya memutuskan untuk membawa
jaket panjang yang disebut trench coat. Trench coat adalah jaket panjang
terbuat dari polyester dengan lapisan linen di dalamnya, panjangnya sampai ke
lutut. Jaket ini tidak terlalu tebal, tetapi cukup untuk menghangatkan dan yang
lebih penting menahan angin. Selain itu saya juga membawa long john untuk
dipakai sebelum baju luar jika hawa dingin tidak teratasi dengan trench
coat.
Tentang pakaian
yang dibawa, teman saya menyarankan untuk membawa pakaian yang cukup longgar
agar nyaman ketika dipakai untuk melapisi longjohn. Saya mencoba pakaian yang
akan dibawa, untuk meyakinkan bahwa saya cukup nyaman mengenakannya. Saya lupa
melakukan ini saat mempersiapkan pergi ke Hanoi sehingga celana kain yang saya
pakai waktu itu terasa sangat ketat dipakai bersama longjohn.
Alas Kaki
Saya tidak mau
membeli sepatu boot. Entah kenapa saya merasa takut salah kostum sesampainya di
sana. Teman pertama tadi menyarankan untuk memakai sepatu yang nyaman untuk
berjalan karena pada umumnya kita akan banyak berjalan ketika bepergian di luar
negeri. Yang penting nyaman di kaki dan kalau bisa, pakai sepatu yang tertutup.
Kickers menjadi referensi yang dia ajukan.
Makanan
Untuk urusan
makanan nampaknya sulit menemukan makanan halal di Beijing. Tetapi, dari hasil
browsing ke sana kemari, saya menemukan daftar restoran muslim di Beijing.
Katanya, di Beijing sulit membeli nasi tanpa lauk. Restoran tidak mau menjual
nasi terpisah tanpa lauk. Padahal belum tentu kita doyan lauk yang dijual di
sana. beberapa traveler bahkan membawa rice cooker untuk memasak nasi sendiri.
Dianjurkan juga untuk membawa beberapa makanan instan seperti abon, rendang
kering, kering kentang, mi gelas, jahe instan, energen, sambal instan, dan
sebagainya. Ini untuk mengantisipasi jika kita tidak doyan makanan yang dijual
di sana.
Bahasa
Orang Cina katanya
memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Saking tingginya, mereka bahkan tidak
mau berbicara Bahasa Inggris meskipun di sekolah sudah diajarkan. Yang lebih
parah lagi, kebanyakan mereka tidak bisa membaca huruf a, b,c seperti yang Anda
baca di blog saya ini. Jadi kita harus menyiapkan petunjuk jalan dalam huruf
China. Panitia acara juga mengirimkan tulisan yang berarti: “Take me to my
hotel: Beijing Friendship Hotel”. Ini untuk menjaga apabila kami tidak
menemukan sopir yang akan menjemput kami di bandara. Tulisan ini juga bisa
digunakan jika kita tersesat.
Ada tiga sumber
yang dapat memberikan informasi untuk mempersiapkan kunjungan kita ke luar
negeri.
- Sumber pertama, google. Kita bisa mencari apa saja di internet bukan? Untuk cuaca, kita bisa googling ramalan cuaca di Accuweather, dan situs lainnya. Untuk hal lainnya, ketikkan di mesin pencari google: Beijing, weather in Beijing, travel in Beijing, autumn in Beijing (jika sudah mengetahui musimnya), clothing in autumn. Jika membaca informasi yang ditulis bukan oleh orang Indonesia, kita perlu sedikit memilah. Bagi orang Eropa, atau Amerika, atau negara lain yang sudah terbiasa dengan salju, ukuran dingin bagi mereka berbeda dengan kita yang biasa tersengat matahari di negara tropis.
- Sumber kedua, teman yang pernah ke sana. Kita bisa bertanya dengan lebih objektif karena sesame orang Indonesia tentu memiliki ukuran dingin yang cenderung sama. Tapi perlu diingat juga, jika tahun kunjungannya sudah cukup lama, misalnya tiga tahun lalu, bisa jadi sekarang ini terjadi perubahan cuaca.
- Sumber ketiga, kita bisa mencari di youtube. Video membuat kita lebih mudah membayangkan keadaan di negara tujuan daripada deskripsi yang ditulis di blog atau situs. Bulan September di Beijing katanya sedang musim gugur. Maka saya mencari “Autumn in Beijing” untuk melihat seperti apa cuaca di sana. Di jadwal acara, saya menemukan dua hari yang kosong tanpa acara karena ada Moon Festival Holiday. Maka saya juga mencari “Moon Festival ini Beijing” dan menemukan satu video yang menggambarkan orang-orang keluar dari tempat pertunjukan dalamrangka Moon Festival. Dari video itu saya bisa melihat pakaian orang-orang di sana sehingga saya tidak akan salah memilih kostum.
kerennya mbaku Rizka Rahmaida ^^...
ReplyDeletehhi..makasih Tika...
ReplyDeleteitu belum sempet diupdate,,,tentang bagaimana kelanjutan tawaran workshopnya...
Yang ternyata PHP dan gagal berangkat *uppss
Hehe..