Ada yang
istimewa selama bulan puasa kali ini. Selama hampir satu bulan saya tidak
pernah membeli makan untuk buka puasa
maupun sahur di warteg. Yup, anak kos
memang selama ini identik dengan warteg.
Semenjak saya kuliah pun sudah sering membeli makan di warteg. Namun entah karena memang berbeda, atau karena perasaan
saya saja, saya merasa masakan warteg
di Jakarta tidak seenak masakan warteg
di Purwokerto, tempat saya kuliah dulu.
Dulu sebelummbak Yeti (pembantu kos saya) melahirkan, saya memang minta dimasakkan sayur
untuk makan malam dengan membayar 100 ribu rupiah per bulan. Tapi setelah mba
Yeti melahirkan dan memiliki sepasang anak kembar, saya berhenti berlangganan
masakannya. Bulan puasa ini saya kembali ingin merasakan home-made food. Melihat kondisi sekarang ini, tentu mbak Yeti tidak
bisa memasak untuk saya.
Selama bulan
puasa, saya dan mbak Emi (teman baru di kos) memasak makanan sendiri, mulai
dari nasi, sayur, lauk, bahkan dessert.
Mbak Yeti lah yang banyak mengajari kami memasak. Dari dia, saya dapat belajar
banyak hal tentang dunia masak memasak. Maklum, perempuan seumuran saya tentu
sudah seharusnya memperdalam ilmu masak memasak, hehe.. Namun dengan status
saya sebagai anak kos, tentu tidak mudah menemukan kondisi yang mendukung untuk
belajar memasak.
Kos kami
memiliki sebuah dapur yang sederhana. Ada kompor gas, memang. Tetapi ruang yang
disebut dapur itu tidak lebih dari 2x2 meter, belum lagi sebuah lemari kecil ditambah
rak tempat piring dan peralatan masak. Meski sederhana, ternyata dari situ ‘lahir’
berbagai masakan yang (bagi saya) bisa dikatakan lebih baik dari masakan warteg.
Kami bisa berbelanja
sayurandi tukang sayur yang mangkal
di dekat kosan setiap pagi. Tentu saja kami hanya bisa membelinya pada hari
Sabtu atau Minggu, saat libur kerja. Mbakk Yeti juga pernah mengajak kami
berbelanja di pasar yang dia sebut pasar Mencos (namanya lucu, hehe). Dia, dengan semangatnya
menjelaskan bahwa kita bisa mendapat sayuran
dan bahan mentah lainnya dengan harga yang lebih murah di pasar itu. Harga di
tukang sayur bagi saya sudah murah dibandingkan dengan supermarket macam
Carrefour atau Superindo. Ternyata memang benar.. setelah saya terjun langsung ke pasar, harganya
bisa jauh lebih murah lagi. Bayangkan saja, kami bertiga (saya, mbak Emi, dan
mbak Yeti) patungan 50 ribu rupiah per orang untuk berbelanja. Uang sebanyak
itu sudah cukup untuk makan selama seminggu, dengan lauk ikan lele, ikan
kembung, ikan pindang, belum lagi ditambah buah pepaya, dan es blewah..
Ternyata tidak sulit untuk hidup hemat di Jakarta. Asalkan, kita mau berbelanja
di pasar tradisional.
Ada beberapa
hal baru yang didapat dari hasil belajar memasak saya pada mbak Yeti yang
berasal dari Jawa Timur. Ternyata, setiap daerah punya kebiasaan sendiri dalam
memasak. Kuncinya, kita harus mau menerima saran atau masukan dari orang lain
dan berani mencoba resep baru. Because
you’ll never know till you have tried. And these are new recipes I’ve learned
from her..
- Tambahkan sisiran jagung manis yang telah ditumbuk ke dalam kuah sayur bayam agar rasa manis dari jagung terasa dan kuah yang dihasilkan berwarna kekuningan. Campurkan ke dalam kuah yang dibumbui garam, bawang merah, bawang putih, dan kencur (bisa diganti dengan kunci). Masukkkan daun bayam, tambahkan sedikit daun kemangi agar terasa segar dan harum.
- Menambahkan kemiri pada tepung tempe goreng akan membuat tempe lebih gurih dan renyah. Biasanya saya hanya membuat bumbunya dengan bawang putih, ketumbar, dan garam. Jika ditambahkan sedikit cabai merah besar akan menghasilkan tepung yang agak kemerahan dan sedikit pedas.
- Merendam irisan tempe goreng dengan air garam sebelum digoreng dengan tepung akan membuat tempe terasa lebih asin.
- Cah kangkung akan matang dalam keadaan hijau segar jika kangkung dimasukkan setelah air mendidih. Caranya, tumis bumbu hingga harum, setelah itu tambahkan air sesuai yg diinginkan. Tambahkan garam dan penyedap lain. Jika rasanya sudah pas sesuai selera, baru masukkan kangkung. Hal ini akan membuat kangkung matang karena direbus dalam air, sehingga warnanya tetap hijau segar tidak pucat atau kecoklatan.
- Menambahkan sedikit kemiri pada sambal membuat sambal lebih gurih. Goreng cabai merah, cabai rawit, bawang merah, tomat, terasi dan kemiri. Tambahkan garam dan sedikit gula pasir (atau gula merah) lalu tumbuk hingga halus.
- Saya pernah juga bereksperimen membuat es durian. Tak sengaja saat belanja di Carrefour menemukan durian monthong dengan harga murah, sekitar 30 ribu rupiah per buah. Karena merasa kebanyakan, kami memutuskan untuk membuat es durian. Caranya, enam biji durian monthong dibuang bijinya. Tambahkan satu sachet susu kental manis putih (bisa juga diganti dengan krimer), aduk hingga tercampur dan durian menjadi lebih halus. Tambahkan air putih atau es batu sesuai rasa manis yang diinginkan. Jika ingin tekstur yang lebih keras seperti es krim, cukup masukkan ke dalam freezer hingga sedikit mengeras.
Dari kiri searah jarum jam: bakwan jagung, sayur bayam, sambal terasi, dendeng Aceh, es durian. |
Perubahan yang sangat dirasakan ketika menjadi anak kos adalah masalah makanan. Lingkungan kos-kosan yang terbiasa dengan warteg dan rasa masakan yang standar-standar saja memang seringkali membuat saya ingin pulang. Sekarang rasa homesick tidak terlalu mudah menyerang setelah bisa memasak makanan sendiri. Dan sepertinya sudah seharusnya kita berterimakasih pada ibu yang telah menyediakan makanan terbaik untuk kita sejak kecil.
No comments:
Post a Comment