Saturday, May 26, 2012

Becoming A Tour Guide ^_^


Akhir bulan Mei kemarin, kantor saya punya hajat menjadi penyelenggara International Seminar on Science, Technology, and Innovation Instruments: Designing Effective Incentive for Asian Countries. Seminar dua hari ini merupakan kerjasama Unesco Jakarta Office dan LIPI dengan kantor saya sebagai focal point-nya. Seminar – yang diadakan di Hotel Santika Premier Slipi pada tanggal 23-24 Mei – ini  ditujukan bagi pembuat kebijakan iptek di negara-negara Asia, sebagai sarana sharing tentang kebijakan pemberian insentif inovasi di negaranya masing-masing. Dengan adanya acara ini, diharapkan terjadi pembelajaran tentang pelaksanaan kebijakan iptek, baik itu yang berhasil maupun yang gagal. Meskipun dalam nama seminar terdapat kata Asian Countries, tapi tidak semua negara Asia hadir di sini. Peserta yang hadir adalah perwakilan dari Malaysia, India, Pakistan, Thailand, Vietnam, Filipina, dan China.

Seperti biasanya, dalam setiap penyelenggaraan seminar, notulensi tidak boleh ketinggalan. Saya dan beberapa teman yang masih muda bertugas menjadi raporteurs. Kami bertanggung jawab untuk melaporkan hal-hal yang disampaikan selama acara berlangsung: sesi presentasi tiap negara dan sesi diskusi pada akhir acara. Selain menjadi raporteur, saya mendapat tugas tambahan di sekretariat, karena salah satu sekretaris kantor saya sedang mendapat musibah dan tidak bisa hadir selama hari penyelenggaraan seminar. Konsekuensinya jelas, pekerjaan saya bertambah. Tapiii…karena pekerjaan saya yang banyak itu, saya bisa menginap di hotel. Lumayan lah untuk anak kos, hehe..

Pada pagi hari saat registrasi hari kedua, Chyntia, peserta dari Filipina, bertanya pada saya letak toko souvenir yang dekat dengan hotel. Chyntia bilang, dia diberitahu oleh Bu Wati (wakil ketua panitia) tentang toko souvenir itu. Setelah saya konfirmasi, ternyata yang dimaksud adalah Sarinah di kawasan Jakarta Pusat.

Saya bilang, “Sarinah is expensive. You can get the cheaper near here in Thamrin City.”
“Where is it?” tanya Chyntia.

Chyntia menanyakan letak Thamrin City yang saya maksud sembari menyodorkan peta Jakarta. Aduh..pusing jika harus memberi petunjuk karena sulit dijangkau dengan Trans Jakarta.

Spontan saya berkata,
“If you want to go there, I will accompany you..”
“Oh..it’s good idea, the participant from India also want to buy souvenirs. It’s better to go with you because I’m worried about getting lost in Jakarta.”

Hahaha…memang Jakarta cukup ruwet untuk dijelajahi orang baru, kecuali menggunakan bus Trans Jakarta.

Jadilah sore itu saya mengantar mereka. Ternyata peserta yang ingin ikut jalan-jalan bertambah menjadi 5 orang, ditambah peserta dari China, Thailand, dan Vietnam. Berita baiknya, saya mendapat bantuan tour guide. Teman sesama LIPI dari satuan kerja lain yang menjadi peserta seminar menawarkan diri untuk ikut jalan-jalan. Tentu saja dengan senang hati saya menerimanya. Kami pergi menggunakan dua taksi. Saya dan teman saya masing-masing membawa satu rombongan. Jam 5 setelah seminar selesai, kami berangkat dari hotel.

Mereka ingin mencari souvenir kecil (gantungan kunci, dan semacamnya) untuk diberikan kepada teman-teman mereka. Saya ingat, pernah membeli souvenir di Thamrin City saat saya akan pergi ke Hanoi. Tapi sayangnya saya lupa alamatnya dan kartu namanya pun ketinggalan. Maklum, namanya juga acara dadakan. Jadi saya alihkan juga topik pembicaraan menjadi batik. Dan saya dengan semangat berusaha menceritakan tentang kekayaan dan kebanggaan kita yang satu ini meski bahasa Inggris saya gak lancar-lancar banget. Kami berdua seolah-olah sedang menjadi tour guide bagi wisatawan asing. Inilah alasan kenapa saya mau mengajak mereka jalan-jalan. Saya senang memperkenalkan Indonesia dan budayanya kepada orang asing.

Sampailah kami di pertokoan batik di Thamrin City. Secara kebetulan kami melewati toko souvenir. Mereka membeli beberapa souvenir gantungan kunci dari lempengan perak bergambar wayang. Lumayan lah, daripada tidak dapat sama sekali, hehe..

Setelah itu, kami muter-muter mencari baju batik. Chyntia masih saja bersikeras menanyakan batik seperti yang saya pakai.
Saya bilang, “This is special because it is made by order.”
Lalu tanyanya, “It has good quality. How much you buy?”
“About 17 USD.”
“Oh..sure it’s a good dress”
Hehe..seneng nih dipuji..

Setelah pusing mencari-cari batik, dan menemani Dr. Ruckmani dari India menawar baju (setengah malu juga nawarnya rendah bgt bo!), sampailah kami di suatu kios. Kios kecil tapi saya pikir lumayan bagus barang-barangnya. Shi Yu dari China tertarik dengan salah satu dress yang dipajang. Penjualnya seorang pria berusia kira-kira  tiga puluhan. Entah memang karena barang-barangnya bagus, atau karena sesuai selera mereka, atau memang sudah rejekinya mas-mas si penjual, kami terhenti cukup lama di kios ini.

Chyntia, Ruckmani, dan Shi Yu tampaknya tertarik menjelajah kios ini (saya lupa namanya). Mereka mencoba baju, meminta ukuran lain, atau warna lain. Mr. Xuan Dinh dari Vietnam dan Mr. Vudeepong Dari Thailand hanya mengamati mereka yang asik memilih. Mungkin memang sudah kodratnya wanita, di mana pun suka belanja, hehe… Kami berdua membantu mereka memilih dan menjelaskan kepada mereka: ini batik apa, kenapa warnanya gelap, kenapa ini lebih mahal. Juga menjelaskan tentang batik tulis, batik cap, dan printing, tentu saja dengan bahasa Inggris yang sekenanya, haha.. Kadang saya mendengar mas-mas penjual kewalahan dan memanggil-manggil kami, “Mbak..mbak..iki ngomong opo tho..aku gak ngerti ngomong opo?” Hahaha..lucu sekali..

Asik memilih

Di sela-sela keributan itu, saya bertanya pada mas-mas penjual, “Belum mau tutup kan mas? Maaf ya mas..bawa tamu bikin pusing, hehe…” Lalu mas penjual menjawab sumringah, “Oh..sante mba..kalo ada yang beli ya belum tutup kok..” Ah…masnya bisa aja nih

Setelah proses pemilihan dan tawar menawar yang cukup alot (hehe..), akhirnya barang belanjaan dibayar. Total belanjaan mereka sekitar 800 ribu rupiah. Hmm..lumayan banget laku sebesar itu pada saat kios hampir tutup.
Mas-mas penjual senang sekali seraya berkata, “Suwun yo mbak..matursuwun banget lho..
Saya pun gak kehabisan kata, “Ya mas..sama-sama..besok kalo kita berdua belanja di sini dikasih diskon lho ya..”
Hahaha..dasar wanita, tetap saja memanfaatkan kesempatan untuk belanja (atau minimal dapat diskonan).

Mas-masnya sumringah banget, Alhamdulillah lariss...


Di tengah perjalanan mencari tempat makan malam, Ms. Ruckmani berkata bahwa dia ingin membawa makanan khas Indonesia yang tahan sampai tiga hari untuk dibawa ke negaranya. Waduh…malam-malam begini, di mana bisa mencari makanan khas Indonesia? Yang tahan tiga hari ya..? Apa pula makanan Indonesia itu? Kan ada banyak.. (pusing!!)

Secara kebetulan kami melewati kios kecil yang menjual camilan kiloan. Ms. Ruckmani semangat sekali mampir, kami pun mengikutinya. Di kios itu dijual makanan kering seperti keripik pisang (khas Lampung), keripik nangka (khas Jawa Timur), sagon (camilan dari jawa), keripik bayam, keripik belut, keripik ceker, dan sebagainya. Kami berdua menjelaskan makanan itu, masih dengan bahasa Inggris yang sebisanya, hehe… Yang lucu adalah ketika mereka tahu ada makanan terbuat dari Chicken Foot, alias keripik ceker ayam, dan juga Chicken-Intestinous Chips alias keripik usus ayam. Mereka heran kenapa ada makanan seaneh itu, haha.. Tak ada yang berani mencoba dua makanan itu. Ms. Shi Yu hanya berani mengambil fotonya, “I will show it to my friends in Beijing, it’s very strange food..” Hehehehe…

Sesi belanja ditutup dengan makan malam di Es Teler 77. Tentu saja setelah saya dan teman saya menjelaskan tentang menu-menu yang ditawarkan di sana, hihihi… Lucunya, Mr. Xuan Dinh kepedesan makan nasi goreng yang diberi irisan cabai rawit merah. “It’s very amazing, is it normal for a serving?” Kami berdua melirik ke piringnya, “Noo..it’s too hot..” Hahaha..kami semua pun tertawa..sepertinya Mr. Xuan salah pilih menu, memesan nasi goreng pedas.

Bersama Ms. Shi Yu




Sesampainya di hotel, kami sempat berfoto bersama. Mereka kelihatan senang meskipun capek. “Thank you very much..” Hmm..pengalaman menarik buat saya..because it represents how good you can describe your country to foreigners.

Mr. Le Xuan Dinh, Ms. Ruckmani, Ms. Chyntia, Saya, Teman saya, Mr. Vudeepong, dan Ms. Shi Yu

No comments:

Post a Comment