Akhir bulan Mei kemarin, kantor saya punya hajat menjadi
penyelenggara International Seminar on
Science, Technology, and Innovation Instruments:
Designing Effective Incentive for
Asian Countries. Seminar dua hari ini merupakan
kerjasama Unesco Jakarta Office dan LIPI dengan kantor saya sebagai focal point-nya. Seminar – yang diadakan
di Hotel Santika Premier Slipi pada tanggal 23-24 Mei – ini ditujukan bagi pembuat kebijakan iptek di
negara-negara Asia, sebagai sarana sharing
tentang kebijakan pemberian insentif inovasi di negaranya masing-masing. Dengan
adanya acara ini, diharapkan terjadi pembelajaran tentang pelaksanaan kebijakan
iptek, baik itu yang berhasil maupun yang gagal. Meskipun dalam nama seminar
terdapat kata Asian Countries, tapi tidak semua negara Asia hadir di sini.
Peserta yang hadir adalah perwakilan dari Malaysia, India, Pakistan, Thailand,
Vietnam, Filipina, dan China.
Seperti biasanya, dalam setiap penyelenggaraan seminar, notulensi
tidak boleh ketinggalan. Saya dan beberapa teman yang masih muda bertugas
menjadi raporteurs. Kami bertanggung
jawab untuk melaporkan hal-hal yang disampaikan selama acara berlangsung: sesi
presentasi tiap negara dan sesi diskusi pada akhir acara. Selain menjadi raporteur, saya mendapat tugas tambahan
di sekretariat, karena salah satu sekretaris kantor saya sedang mendapat
musibah dan tidak bisa hadir selama hari penyelenggaraan seminar.
Konsekuensinya jelas, pekerjaan saya bertambah. Tapiii…karena pekerjaan saya
yang banyak itu, saya bisa menginap di hotel. Lumayan lah untuk anak kos,
hehe..
Pada pagi hari saat registrasi hari kedua, Chyntia, peserta dari
Filipina, bertanya pada saya letak toko souvenir yang dekat dengan hotel.
Chyntia bilang, dia diberitahu oleh Bu Wati (wakil ketua panitia) tentang toko
souvenir itu. Setelah saya konfirmasi, ternyata yang dimaksud adalah Sarinah di
kawasan Jakarta Pusat.
Saya bilang, “Sarinah is expensive. You can get the cheaper near
here in Thamrin City.”
“Where is it?” tanya Chyntia.
Chyntia menanyakan letak Thamrin City yang saya maksud sembari
menyodorkan peta Jakarta. Aduh..pusing jika harus memberi petunjuk karena sulit
dijangkau dengan Trans Jakarta.
Spontan saya berkata,
“If you want to go there, I will accompany you..”
“Oh..it’s good idea, the participant from India also want to buy
souvenirs. It’s better to go with you because I’m worried about getting lost in
Jakarta.”
Hahaha…memang Jakarta cukup ruwet
untuk dijelajahi orang baru, kecuali menggunakan bus Trans Jakarta.
Jadilah sore itu saya mengantar mereka. Ternyata peserta yang ingin
ikut jalan-jalan bertambah menjadi 5 orang, ditambah peserta dari China,
Thailand, dan Vietnam. Berita baiknya, saya mendapat bantuan tour guide. Teman sesama LIPI dari
satuan kerja lain yang menjadi peserta seminar menawarkan diri untuk ikut
jalan-jalan. Tentu saja dengan senang hati saya menerimanya. Kami pergi
menggunakan dua taksi. Saya dan teman saya masing-masing membawa satu
rombongan. Jam 5 setelah seminar selesai, kami berangkat dari hotel.
Mereka ingin mencari souvenir kecil (gantungan kunci, dan semacamnya)
untuk diberikan kepada teman-teman mereka. Saya ingat, pernah membeli souvenir di
Thamrin City saat saya akan pergi ke Hanoi. Tapi sayangnya saya lupa alamatnya
dan kartu namanya pun ketinggalan. Maklum, namanya juga acara dadakan. Jadi saya alihkan juga topik
pembicaraan menjadi batik. Dan saya dengan semangat berusaha menceritakan
tentang kekayaan dan kebanggaan kita yang satu ini meski bahasa Inggris saya gak lancar-lancar banget. Kami berdua seolah-olah sedang menjadi tour guide bagi wisatawan asing. Inilah alasan kenapa saya mau
mengajak mereka jalan-jalan. Saya senang memperkenalkan Indonesia dan budayanya
kepada orang asing.
Sampailah kami di pertokoan batik di Thamrin City. Secara kebetulan
kami melewati toko souvenir. Mereka membeli beberapa souvenir gantungan kunci
dari lempengan perak bergambar wayang. Lumayan lah, daripada tidak dapat sama
sekali, hehe..
Setelah itu, kami muter-muter
mencari baju batik. Chyntia masih saja bersikeras menanyakan batik seperti yang
saya pakai.
Saya bilang, “This is special because it is made by order.”
Lalu tanyanya, “It has good quality. How much you buy?”
“About 17 USD.”
“Oh..sure it’s a good dress”
Hehe..seneng nih dipuji..
Setelah pusing mencari-cari batik, dan menemani Dr. Ruckmani dari
India menawar baju (setengah malu juga –
nawarnya rendah bgt bo!), sampailah
kami di suatu kios. Kios kecil tapi saya pikir lumayan bagus barang-barangnya. Shi
Yu dari China tertarik dengan salah satu dress
yang dipajang. Penjualnya seorang pria berusia kira-kira tiga puluhan. Entah memang karena
barang-barangnya bagus, atau karena sesuai selera mereka, atau memang sudah
rejekinya mas-mas si penjual, kami terhenti cukup lama di kios ini.
Chyntia, Ruckmani, dan Shi Yu tampaknya tertarik menjelajah kios ini
(saya lupa namanya). Mereka mencoba baju, meminta ukuran lain, atau warna lain.
Mr. Xuan Dinh dari Vietnam dan Mr. Vudeepong Dari Thailand hanya mengamati mereka yang asik memilih. Mungkin
memang sudah kodratnya wanita, di mana pun suka belanja, hehe… Kami berdua
membantu mereka memilih dan menjelaskan kepada mereka: ini batik apa, kenapa
warnanya gelap, kenapa ini lebih mahal. Juga menjelaskan tentang batik tulis,
batik cap, dan printing, tentu saja dengan bahasa Inggris yang sekenanya,
haha.. Kadang saya mendengar mas-mas penjual kewalahan dan memanggil-manggil kami, “Mbak..mbak..iki ngomong opo tho..aku gak ngerti ngomong opo?”
Hahaha..lucu sekali..
Asik memilih |
Di sela-sela keributan itu, saya bertanya pada mas-mas penjual,
“Belum mau tutup kan mas? Maaf ya mas..bawa tamu bikin pusing, hehe…” Lalu mas
penjual menjawab sumringah, “Oh..sante mba..kalo ada yang beli ya belum
tutup kok..” Ah…masnya bisa aja nih…
Setelah proses pemilihan dan tawar menawar yang cukup alot (hehe..),
akhirnya barang belanjaan dibayar. Total belanjaan mereka sekitar 800 ribu
rupiah. Hmm..lumayan banget laku sebesar itu pada saat kios hampir tutup.
Mas-mas penjual senang sekali seraya berkata, “Suwun yo mbak..matursuwun banget lho..”
Saya pun gak kehabisan kata, “Ya mas..sama-sama..besok kalo kita
berdua belanja di sini dikasih diskon
lho ya..”
Hahaha..dasar wanita, tetap saja memanfaatkan kesempatan untuk
belanja (atau minimal dapat diskonan).
Mas-masnya sumringah banget, Alhamdulillah lariss... |
Di tengah perjalanan mencari tempat makan malam, Ms. Ruckmani
berkata bahwa dia ingin membawa makanan khas Indonesia yang tahan sampai tiga
hari untuk dibawa ke negaranya. Waduh…malam-malam begini, di mana bisa mencari
makanan khas Indonesia? Yang tahan tiga hari ya..? Apa pula makanan Indonesia
itu? Kan ada banyak.. (pusing!!)
Secara kebetulan kami melewati kios kecil yang menjual camilan
kiloan. Ms. Ruckmani semangat sekali mampir, kami pun mengikutinya. Di kios itu
dijual makanan kering seperti keripik pisang (khas Lampung), keripik nangka (khas
Jawa Timur), sagon (camilan dari jawa), keripik bayam, keripik belut, keripik ceker,
dan sebagainya. Kami berdua menjelaskan makanan itu, masih dengan bahasa Inggris yang sebisanya, hehe… Yang lucu adalah ketika mereka tahu ada makanan terbuat dari Chicken Foot, alias keripik ceker ayam,
dan juga Chicken-Intestinous Chips
alias keripik usus ayam. Mereka heran kenapa ada makanan seaneh itu, haha.. Tak
ada yang berani mencoba dua makanan itu. Ms. Shi Yu hanya berani mengambil
fotonya, “I will show it to my friends in
Beijing, it’s very strange food..” Hehehehe…
Sesi belanja ditutup dengan makan malam di Es Teler 77. Tentu saja
setelah saya dan teman saya menjelaskan tentang menu-menu yang ditawarkan di
sana, hihihi… Lucunya, Mr. Xuan Dinh kepedesan
makan nasi goreng yang diberi irisan cabai rawit merah. “It’s very amazing, is
it normal for a serving?” Kami berdua melirik ke piringnya, “Noo..it’s too
hot..” Hahaha..kami semua pun tertawa..sepertinya Mr. Xuan salah pilih menu, memesan
nasi goreng pedas.
Bersama Ms. Shi Yu |
Sesampainya di hotel, kami sempat berfoto bersama. Mereka kelihatan senang meskipun capek. “Thank
you very much..” Hmm..pengalaman menarik buat saya..because it represents how
good you can describe your country to foreigners.
Mr. Le Xuan Dinh, Ms. Ruckmani, Ms. Chyntia, Saya, Teman saya, Mr. Vudeepong, dan Ms. Shi Yu |
No comments:
Post a Comment