Monday, April 30, 2012

(entah) Andri (siapa)


Seperti biasa, hari ini saya berangkat ke kantor naik Kopaja. Tak ada yang istimewa pada perjalanan saya kali ini. Seperti biasa, Kopaja melaju kencang kecuali saat macet karena terburu-buru mengejar penumpang atau karena ada Kopaja lain yang membuntuti di belakangnya. Strategi mengejar setoran, pikir saya.

Belum sampai sejenak saya berpikir demikian, tiba-tiba naik seorang remaja laki-laki berkulit gelap. Dia berseragam SMA, tapi tanpa mengenakan bed identitas sekolah. Membawa tas selempang hitam yang sudah lusuh, entah apakah di dalamnya ada buku atau perlengkapan sekolah lainnya. Dia memakai sepatu hitam, bertali, tanpa memakai kaos kaki. Meski demikian, penampilannya termasuk kurang rapi untuk disebut sebagai anak sekolah.

Tanpa menunggu lama, dia membagikan amplop kepada penumpang. Amplop itu bertuliskan pesan seperti ini:

“Assalamualaikum Wr. Wb.
Mohon maaf kepada Bapak Ibu, Kakak
Kami sebagian dari anak bangsa yang kurang mampu membutuhkan uluran tangan sertabantuan untuk biaya sekolah dari Bapak/Ibu/Kakak, dan atas bantuannya kami hanya bisa berdo’a semoga Allah SWT akan membalas budi Bapak /Ibu/Kakak amin ya robbal alamin. Sekali lagi kami mengucapkan terima kasihatas kerelaan dan keikhlasan Bapak/Ibu/Kakak.
Andri - SMK”
Di sisi belakang amplop itu, terdapat stempel “SMK Boedoet 1 – Jakarta Pusat”

Sembari membagikan amplop, si Andri berkata:
“Ya permisi Bapak/Ibu/Kakak, minta bantuannya untuk biaya sekolah ya Bapak/Ibu/Kakak, besok sudah tanggal satu ya, buat bayar sekolah, sekolah mahal Bu.”

Dia berkata sedikit kasar, menurut saya. Kontras sekali dengan tulisan di amplop itu yang terkesan penuh sopan santun. Setelah selesai membagkan amplop itu, dia mengeluarkan seruling modern. Dia meniupnya, memainkan lagu entah apa. Meski saya suka mendengarkan musik, saya tidak bisa memahami lagu apa yang dia mainkan. Selesai “bertugas”, dia menarik kembali amplop-amplop itu sembari berkata seperti waktu membagikannya.

Saya tentu saja kebagian amplop itu. Saya bahkan sudah tidak asing dengan “pertunjukan” barusan. Saya sudah hafal betul dengan wajah anak itu. Sudah sering saya melihatnya di Kopaja pagi hari dalam perjalanan ke kantor. Awalnya saya menaruh sedikit simpati. Namun, ketika kata-katanya terdengar semakin kasar di telinga saya, saya menjadi tidak simpati lagi.

Saya tak mengerti, apakah memang amplop itu resmi dari pihak sekolah? Kalau memang si Andri itu siswa di SMK tersebut, apakah tidak ada cara lain yang lebih baik? Kalau memang benar dia bersekolah, kenapa justru pada jam sekolah dia berada di Kopaja?

Beberapa waktu lalu, menuruti rasa penasaran saya, saya coba menelusuri nama sekolah yang saya temukan di amplop remaja itu. Saya menemukannya di website, namun tidak berhasil menemukan kontak yang bisa memberikan informasi.

Bukan berarti saya setuju dengan hitung-hitungan jika akan memberikan bantuan. Akan tetapi, menurut saya, akan lebih bijak jika kita tahu ke mana dana kita akan disalurkan. Memberi memang kewajiban, akan tetapi kita juga punya kewajiban untuk ikut membangun masyarakat. Saya akan lebih merasa tenang jika mengetahui penyaluran bantuan yang saya berikan, apalagi jika dapat memberikan pengaruh jangka panjang.

Oh ya, hari ini saya berhasil mencuri gambar amplop itu.


(kemarin, di Kopaja 66)

No comments:

Post a Comment