Tiga puluh Oktober
2009 bisa jadi merupakan hari bersejarah bagi saya. Saat itu tepat dua bulan
saya menghuni kamar baru. Status tak tentu sebagai jobseeker pada musim mahasiswa baru membuat saya dan teman sekamar saya terusir
secara mendadak karena tidak bisa menyewa kamar perbulan di kosan kami yang
lama. Alhasil, untuk menghemat pengeluaran, kami berdua menyewa kamar yang
tidak luas, milik satu keluarga. Kamar harga murah, keluarga yang baik hati
(kami tidak pernah membeli makan malam selama dua bulan tinggal di sana), juga
Ama yang pintar (cucu ibu kos berusia lima tahun) menjadi warna hari-hari kami
selama dua bulan terakhir.
Sejak hari
itu, tiga puluh Oktober 2009, kehidupan saya berubah saat saya membuka browser Opera Mini dengan HP Nokia 6600
yang baru bisa saya miliki setelah launching
lima tahun sebelumnya. Saya melihat nama saya muncul di layar. Seakan tidak
percaya, saya butuh beberapa detik untuk menyadari bahwa itu adalah nama saya. Seketika
saya ucap hamdalah seraya sujud
syukur, sampai lupa arah kiblat.
Hal pertama
yang saya lakukan adalah mengabari orang tua di rumah. Gemetaran saya pencet
HP.
“Halo,
assalamualaikum..”
“Waalaikumsalam..”
“Bu, Alhamdulillah
LIPI-nya ketrima..”
“Alhamdulillahirobbil
‘alamin.. ibu sampai nangis nih
saking ga percaya..”
Maka selanjutnya
pembicaraan berlanjut ke prosedur administratif tentang pemberkasan CPNS. Kapan
saya akan pulang mengurus surat-surat, apa saja yang harus dibereskan, dan
bagaimana dengan kegiatan saya di bimbel selama dua setengah bulan terakhir.
Tiga
November 2009 saya datang ke LIPI Jakarta untuk menyerahkan berkas yang
diperlukan. Hari itu juga saya diberitahu bahwa satuan kerja yang menerima saya
meminta CPNS yang baru untuk mulai masuk pada tanggal 9 November.
Dalam jangka
waktu enam hari saya harus kembali lagi ke Jakarta, mulai bekerja, untuk jangka
waktu yang lama, jelas. Enam hari itu saya habiskan di Purwokerto dan di rumah,
membereskan semua hal yang masih bisa saya kerjakan: membeli beberapa
perlengkapan yang diperlukan di Jakarta, juga berkunjung sekaligus mohon doa
restu ke rumah pakde-bude,karena nantinya saya akan jarang pulang dan otomatis
jarang bertemu keluarga besar saya di Gombong.
Malam
sebelum saya berangkat ke Jakarta, saat kami berdua tengah lelah mengepak
barang-barang, saat itu ibu saya duduk bersandar pada kursi sofa hasil permak
tukang mebel yang bekerja di toko bude saya. Ibu saya berkata,
“Kok kamu
malah jadinya di Jakarta ya..?”
“Lho bu..dulu waktu daftar kan penginnya
diterima..”
“Iya..tapi
kok jauh banget jadinya di sana..”
“Bu..jangan
bilang begitu ya..”
“Iya
ya..orang-orang yang denger kabar ini juga pada seneng, kok ibu yang punya anak
malah ga seneng ya..”
Sabtu malam
kami berangkat ke Jakarta. Sudah ditetapkan sebelumnya bahwa saya akan tinggal
di rumah bude yang tidak jauh dari kantor saya, hanya berjarak 7 km, agar lebih
mudah beradaptasi mengenal ibu kota. Kereta kami sampai di Jakarta minggu pagi, sebelum
subuh. Sepupu saya menjemput saya dan ibu saya di stasiun Jatinegara.
Sesampai di
rumah bude, ibu saya mendapat ucapan selamat dari pakde dan bude. Mereka, tentu
saja, ikut bangga karena saya bisa diterima bekerja di Jakarta. Obrolan hari
itu beragam, mulai dari kabar saudara-saudara di Gombong, sampai transportasi
dari rumah bude ke kantor saya, juga tentang permohonan ibu saya agar mereka,
pakde dan bude, bersedia dititipi saya.
Senin pagi, sembilan November 2009. Hari
pertama saya masuk kerja. Pukul setengah tujuh saya berangkat. Pakde akan mengantar
saya sampai kantor, menemani saya naik angkutan umum, katanya supaya ibu saya
tenang. Pagi itu juga ibu saya pulang ke Gombong menggunakan kereta pagi, karena
tidak bisa berlama-lama minta ijin tidak mengajar.
Saat saya
akan berangkat, ibu mencium pipi saya seolah kami lama tidak akan bertemu. Seketika
itu pula saya tersadar bahwa kedatangan saya ke Jakarta kali ini bukan untuk
liburan atau jalan-jalan atau mengunjungi saudara.
“Ibu pengin
liat kantormu, tapi takut nanti ngerepotin mas Wisnu buru-buru nganter ke
stasiunnya..”
Kata-kata
itu masih terngiang di telinga saya, hingga saat saya menuliskan postingan ini.
Ternyata sederhana sekali keinginannya. Dan meskipun sederhana, ibu saya belum
bisa mendapatkannya. Saya berjanji, suatu saat saya akan memenuhi keinginan
sederhana itu.
***
Delapan belas Februari 2012.
Sudah dua tahun lebih saya turut menjadi pemain yang meramaikan Jakarta,
bergerak dinamis mengikuti persaingan ibu kota, persaingan dalam segala hal. Pagi-pagi saya menjemput ibu dan bapak di stasiun Pasar Senen. Besok kami akan
menghadiri pernikahan sepupu saya. Pagi ini hingga sore nanti sebelum kami
bertiga ke rumah bude, bapak dan ibu akan beristirahat di kos-kosan saya. Sejak
tahun kedua saya menjadi anak kos, belajar lebih mandiri.
Sabtu sore,
sebelum kami menuju rumah bude, saya membawa mereka berdua melihat gedung kantor
saya. Meski tidak bisa masuk dan melihat meja kerja saya, saya lega. Karena akhirnya
keinginan sederhana itu bisa saya penuhi.
Untuk ibu
dan bapak.
No comments:
Post a Comment