Perjuangan saya mendapatkan beasiswa sebenarnya tidak
sekeren pejuang lain yang sampai mendapat beasiswa ke luar negeri. Tapi, bagi
saya ini suatu pencapaian yang berarti dalam hidup saya.
Keinginan sekolah memang sempat tertunda sampai saya menikah
pertengahan tahun 2014. Awal tahun 2015 saya sudah berniat untuk mendaftar
lagi, tetapi Allah memberi saya rezeki yang lain. Karena alhamdulillah awal
tahun 2015 saya hamil! Mengingat perkiraan kelahiran yang jatuh pada bulan
september, yang bertepatan dengan awal perkuliahan pada umumnya, saya
mengurungkan niat untuk mendaftar di tahun 2015.
Awal tahun 2016 saya mencoba mendaftar beasiswa
Kemenristekdikti. Program yang saya ambil adalah Magister Statistika Terapan di
IPB. Waktu itu, saya tidak berpikir panjang. Saya baru mempersiapkan berkas
yang diperlukan pada setelah mengikuti sosialisasi di kantor. Sehingga saat
saya sedang mendaftar beasiswa, saya juga baru mendaftar di IPB.
Pada saat itu, pengumuman penerimaan beasiswa lebih cepat
dari pengumuman pendaftaran IPB. Jadi memang saya tidak memiliki tambahan “senjata”
untuk mengikuti seleksi beasiswa. Konon, pendaftaran beasiswa dengan
melampirkan surat penerimaan dari universitas memperbesar peluang diterima.
Mungkin memang benar ya, karena saya tidak lolos seleksi beasiswa. Namun,
setidaknya saya mendapat kabar baik bahwa saya lolos seleksi penerimaan
mahasiswa baru di IPB.
Surat penerimaan mahasiswa baru di IPB mengharuskan saya
untuk melakukan registrasi dan verifikasi serta membayar uang masuk pada akhir
Agustus 2016. Nah, karena saya bertekad untuk melanjutkan studi tanpa biaya
sendiri, maka saya mengajukan permohonan untuk menunda perkuliahan selama 1
tahun dengan alasan menunggu pengumuman beasiswa. Prosesnya mudah dan memang
sudah menjadi hal yang umum di IPB sehingga pihak pengelola bisa menerima.
Tahun 2017. Saya bersiap untuk mendaftar lagi.
Sampai awal April, saya belum mendapat info sosialisasi
tentang pembukaan seleksi beasiswa. Padahal, tahun 2016 lalu, sosialisasi
dilakukan bulan Februari. Dan akhirnya suatu sore, saya mendapat kabar dari
teman bahwa sosialisasi sudah diadakan dan beasiswa sudah ditutup per 31 Maret.
Kaget, sedih, kesal, marah, itu pasti. Beasiswa yang sudah lama saya incar
terlewatkan begitu saja hanya karena alasan sepele, ketinggalan info.
Saya tidak mau meratapi terlalu lama. Segera mencari rencana
lain untuk tetap bisa melanjutkan studi tahun ini juga. Opsi pertama, meminta
penundaan selama setahun lagi. Tapi pihak IPB menyatakan tidak bisa memberikan
penundaan lagi. Opsi kedua, kuliah dengan biaya sendiri. Banyak hal yang
menjadi perdebatan saya dengan suami. Pertama, jelas biaya sendiri memberatkan
pengeluaran rutin. Kedua, kuliah dengan biaya sendiri mengharuskan saya untuk
tetap bekerja alias masuk kantor jika tidak ada kuliah. Ini memberatkan saya
karena pikiran terbagi menjadi 3: kantor, kampus, dan rumah. Ketiga, karena
jarak kampus dengan kantor terhitung luar kota, maka pasti tidak diperkenankan
untuk mengajukan ijin belajar. Sepertinya opsi kedua ini tidak mungkin juga.
Di tengah kebingungan saya, ada angin segar rupanya. Seorang
kolega menawarkan program beasiswa ijin belajar dengan bentuk master by
research di Universitas Indonesia. Saya hanya perlu mempersiapkan diri untuk
lolos seleksi masuk UI. Fyi, biaya pendaftaran pasca sarjana di UI (dan di IPB)
sebesar 750 ribu rupiah. Besar memang jumlahnya, tapi saya niatkan untuk
ikhtiar maksimal. Pendaftaran online dan pembayaran sudah saya selesaikan.
Tinggal bersiap belajar sampai tanggal tes tiba.
Akhir April, saya mendapat angin segar kedua (hehe),
ternyata dari pendaftar beasiswa yang sudah masuk, masih tersisa kuota karena
hanya sedikit yang lolos seleksi. Saya tidak menunggu lama lagi, segera saya
sampaikan berkas pendaftaran yang memang sudah 75% saya siapkan sejak lama.
Saat itu, saya hanya berharap, mana saja itu yang terbaik
menurut Allah, berikanlah kepada saya. Sambil terus berikhtiar dengan membeli
buku latihan soal TPA J
Tanggal 15 Mei 2017. Saat saya bersama tim penelitian baru
selesai melakukan wawancara dengan pakar di Pusat Penelitian Biologi, saya
mendapat kabar via WA dari beberapa rekan kantor bahwa beasiswa saya lolos! Alhamdulillah,
artinya saya jadi kuliah di IPB tahun ini. Dan tidak perlu mengikuti seleksi
masuk di UI.
No comments:
Post a Comment